Pengusaha Parkir Tak Bisa Dihilangkan 
Mei Cabut SPT Bagi Penunggak Setoran Parkir

RADAR BENGKULU - Tidak ada aturan main yang mampu menjerat Pengusaha Parkir. Pencabutan SPT yang tercantum dalam Perda pun hanya mengatur ketentuan bagi pemilik SPT yang menunggak selama 3 bulan berturut-turut. SPT dicabut dan tunggakan yang belum disetorkan akan menjadi piutang pemilik SPT kepada negara. Kalau tidak juga disetorkan, pemilik SPT bisa dibawa ke ranah hukum untuk ditindaklanjuti.
“Memang tidak ada secara tertulis dalam Perda kita tentang pengusaha parkir atau istilah lainnya swastanisasi parkir. Namun yang jelas kami tidak menutup mata tentang praktik tersebut. Selama setoran pengusaha parkir tersebut perbulan terpenuhi, kami tidak bisa menghilangkan praktik tersebut,” kata Kasi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Bengkulu, Firdaus, Sabtu (23/4).
Firdaus menambahkan, Dishubkominfo sudah beberapa kali melakukan survei lapangan untuk melacak dan memperingati para pengusaha parkir tersebut. Sayangnya banyak yang tidak mau jujur mengungkapkannya. Banyak petugas parkir yang sudah jelas bukan pemilik SPT justru menutupi dan terkesan melindungi pemilik SPT. “Banyak yang saya temui cuma bilang sementara saja bertugas atau kebetulan pemiliknya lagi ada acara jadi mereka yang jaga,” ujar Firdaus.
Firdaus melanjutkan, upaya Dishubkominfo memutus praktik pengusaha parkir ini hanya melalui kenaikan setoran parkir perbulannya. “Payung hukum untuk menjerat praktek ini kan tidak ada. Satu-satunya strategi pemutusan mata rantainya, dengan menaikkan setoran parkir perbulannya. Mereka (pengusaha parkir) kan nantinya akan mikir, daripada memperkerjakan orang lain mendingan dikerjakan sendiri,” terang Firdaus.
Terpisah, Sekretaris Persatuan Parkir Kota Bengkulu (PPKB) Dedy Aswanto membantah keras adanya praktik pengusaha parkir. "Biasanya kalau ada yang sakit atau berhalangan, baru mereka mewakilkan kepada orang lain. Saya kenal betul dengan seluruh petugas parkir. Kalau pun ada juga yang mengelola bukan pemilik SPT nya, itu cuma untuk mereka yang sudah lanjut usia. Fisiknya tidak memungkinkan lagi untuk jaga parkir," ujar Dedy ditemui di lokasi Parkir di jalan Soeprapto.
Dedy menambahkan, tidak bisa memvonis ada praktik pengusaha parkir. Apalagi sampai beranggapan praktik pengusaha parkir menjadi akar masalah kebocoran PAD. "Yang disebut bocor itu kalau target Rp 670 juta pertahun tapi disetorkan Rp 500 juta pertahun, itu baru bocor. Selama ini kan tidak, justru tercapai terus. Dewan tidak bisa sembarang menyebutkan ini kebocoran PAD. Yang ada cuma target yang ditetapkan pemerintah sudah tidak relevan lagi dan harus dievaluasi. Kuitansi tanda terima setoran bulanannya kan ada, kok dibilang PAD bocor, bocor darimana?" ujar Dedy.
Pasca penetapan target, Rp 2,25 M sesuai kesepakatan ulang antara Pemkot dan petugas parkir, sambung Dedy, sebagian besar sudah memakluminya dan siap melakukan penyesuaian. "Memang ada beberapa pihak yang menentang masalah ini, saya harap mereka dapat berfikir lebih baik dan logis, sudah sewajarnya kenaikan ini diperlukan, ini kan juga sudah lama disosialisasikan." jelas Dedy. (jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar