NGO - Mahasiswa Desak Izin Tambang Batu Bara Dicabut 
        Mahasiswa dan NGO akan mendesak pemerintah mencabut izin produksi pertambangan batu bara yang diduga kuat mencemari Air Sungai Bengkulu. Gerakan yang dinamai Gerakan Masyarakat Peduli DAS Bengkulu ini direncanakan akan mengadakan aksi bersama seluruh masyarakat di Pemprov dalam waktu dekat ini. "Isu utama kita adalah tutup penambangan batu bara di hulu DAS Bengkulu,” kata Ketua BEM UMB Sony Taurus, Sabtu (14/5).
Sony menungkapkan hal tersebut usai kegiatan diskusi bersama elemen NGO (Non Goverment Organization) seperti Walhi dan Yayasan Ulayat bersama elemen mahasiswa seperti BEM UNIB, Madyapala UMB, Mahapati dan lainnya. Kegiatan dilakukan di sekretariat BEM UMB. “Kami ingin masalah pencemaran ini harus segera dituntaskan secepatnya," ujar Sony.
Sementara itu, Direktur Yayasan Ulayat Oka Oktariansyah mengungkapkan data hasil penelitian yang pernah dilakukan di DAS Air Bengkulu dan Sub DAS Rindu Hati, Sub DAS Susup dan Sub DAS Bengkulu Hilir. Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika pada semua sampel seperti warna dan kekeruhan, ditemukan DAS Bengkulu tertinggi tingkat warna dan kekeruhannya yaitu 586 Pt-co dan sebesar 332 NTU pada intake PDAM.
Selanjutnya, menurut Oka, dari parameter kimia ditemukan untuk parameter Chormium (Cr), Copper (Co) dan Besi (Fe2+) sudah melewati ambang bahan mutu yang ditetapkan Menteri Kesehatan. "Efek dari keracunan kromium dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, pernapasan, dan juga dapat menyebabkan kerusakan kulit nanti," ujar Oka.
Untuk itu, lanjut Oka, perlu dilakukan upaya penanganan yang konkret untuk memperbaiki pelayanan air minum PDAM. Khususnya bagi masyarakat di 3 kecamatan (Kecamatan Muara Bangkahulu, Sungai Serut, dan Teluk Segara) yang mengkonsumsi air yang bersumber dari Sungai Air Bengkulu. "Kami merekomendasikan agar pemerintah menutup praktik tambang yang ada di hulu air Bengkulu, sebelum ini semakin parah," ujar Oka.
Sementara itu, Direktur Walhi Provinsi Bengkulu Zenzi menduga kuat ada oknum pejabat dan pengusaha tambang Batu Bara telah melakukan persengkokolan membiarkan terjadinya pencemaran sungai. Akibatnya, masyarakat menjadi korban dampak pencemaran khususnya warga kota Bengkulu pelanggan PDAM, karena air baku PDAM berasal dari sungai Bangkahulu.
"Sudah saatnya masyarakat bersatu mengusir pengusaha batu bara karena telah menghina negara. Masa pada waktu kami datang menggunakan mobil kementerian lingkungan hidup diusir? Jadi kami pikir hal semacam itu tidak bisa ditolerir," kata Zenzi.
Zenzi melanjutkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup guna menyampaikan masalah pencemaran tersebut. Alasannya, pemerintah kabupaten dan provinsi tidak mampu menyelesaikan masalah pencemaran tersebut. Disamping itu, keberadaan izin pengusaha tambang batu bara yang sudah berada sejak lama dan diduga izin Amdal perusahaan tidak berlaku lagi.
"Rencananya, kami menemui Kementerian Lingkungan Hidup pada Kamis (26/5) untuk meminta agar menurunkan tim khusus mengecek dan melakukan penelitian sungai yang tercemar. Kami juga mencurigai izin Amdal yang dimiliki jangan-jangan sudah tidak berlaku lagi," jelas Zenzi.
Ditambahkan Zenzi, pemerintah harus tegas menghentikan perluasan aktivitas pertambangan batubara. Artinya pemerintah jangan hanya mengutamakan ruang kelola dengan mengorbankan lahan hidup masyarakat. "Kepentingan masyarakat jauh lebih penting ketimbangan kepentingan pengusaha. Karena, jelas mereka (pengusaha) hanya mengutamakan kepentingan bisnis bukan kepentingan masyarakat luas. Selain itu, daerah tangkapan air (catchment area) sudah tidak lagi memungkinkan untuk diekploitasi," papar Zenzi. (top/gol/jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar