PDAM Tolak Penuhi Permintaan Walikota
       PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu memastikan tidak akan memenuhi
permintaan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH agar mengeluarkan surat edaran untuk pelarangan konsumsi. Selain khawatir akan memicu protes dari warga, tindakan alternatifnya juga belum ada. "Sangat tidak mungkin kalau dilarang, mati sehari saja sudah banyak yang mengamuk ke PDAM. Belum lagi ganti kekosongan airnya nanti apa? Karena itu sampai hari ini edarannya tidak bisa kami terbitkan," ujar Direktur PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu Ichsan Ramli. SE, Senin (4/7).
Ichsan mengatakan, pihaknya masih menunggu fatwa yang kabarnya akan diterbitkan MUI Provinsi untuk mengharamkan pelaku pencemaran air. Sebagaimana pernah dilakukan oleh PDAM di Surabaya Jawa Timur, pihaknya sangat berharap MUI bisa menerbitkan fatwa haram tersebut. "Kami masih tunggu fatwa haram MUI untuk pelaku pencemaran tadi, cuma sayangnya sampai hari ini belum ada kabarnya," ujar Ichsan.
Ichsan mengatakan, polemik pencemaran air baku PDAM sudah saatnya dihentikan. Karena itu, dia meminta agar Pemerintah Provinsi dan Kota Bengkulu merespon usulan mengganti sumber air baku baru. Selain melindungi pelanggan 26.000 pelanggan PDAM dari efek pencemaran batu bara, penggantian sumber air baku diperlukan untuk menekan biaya operasional PDAM untuk mengatasi kekeruhan.
"Harus diakui, air baku di sungai Bengkulu sudah sangat tidak memungkinkan lagi untuk dibilang air baku yang ideal. Tanggungan kami untuk sekedar beli tawas, rata-rata setiap bulannya bisa mencapai Rp 60 juta per bulan, bahkan terkadang lebih tergantung dari kadar kekeruhan untuk di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Surabaya. Padahal kalau dihitung-hitung tanpa ada pencemaran kami bisa menghemat Rp 40 juta perbulannya," ujar Ichsan.
Sementara untuk pembelian tawas untuk mengolah air baku dari Air Sungai Nelas, Ichsan mengatakan dibutuhkan sedikitnya Rp 40  juta perbulan. Ichsan mengkhawatirkan, biaya pembelian tawas itu pun akan mengalami kenaikan. "Sebab, Nelas sekarang kualitas airnya juga sudah sedikit terganggu. Bisa jadi biaya tawasnya juga akan sama besar atau mungkin lebih dari biaya tawas untuk di IPAM Surabaya," ujar Ichsan.
Ichsan melanjutkan, air baku PDAM di IPAM Surabaya yang mengandalkan Air Sungai Bengkulu harus diganti dan segera dibangun IPAM baru. Area yang direkomendasi dan telah diajukan PDAM Kota yaitu Desa Susup, Pagar Jati, Bengkulu Tengah. Kuantitas dan kualitas air yang tersedia di Desa Susup dianggap memadai, bahkan bisa memenuhi kebutuhan air minum untuk di Benteng dan Kota Bengkulu.
"Pengajuannya sudah kami masukkan dan syukur sudah direspon Kementerian PU. Tinggal lagi koordinasi lanjutan dari Pemprov dan Pemkot untuk menindaklanjutinya. Soalnya dana awal untuk DED harus disediakan dulu oleh Pemprov atau Pemkot," kata Ichsan.

PDAM Berencana Setor PAD Ke Pemkot
Setelah terhenti hampir 13 tahun sejak 1998 akibat penormalan sistem pipanisasi dan penambahan jaringan baru PDAM, PDAM Kota baru kembali berinisiatif kembali rutin menyetorkan laba perusahaan ke Pemkot Bengkulu. Dalam Keputusan Direktur PDAM No. 30 Tahun 2011 tentang besaran setoran PAD ke Pemkot Bengkulu tersebut, dirancang setoran diberikan sebesar Rp 1.000 perpelanggan atau setara Rp 26 juta perbulan sesuai jumlah pelanggan aktif PDAM.
"Sudah kami susun rencananya, sementara masih Rp 1.000 perpelanggan. Jadi kalau dikalikan dengan 26.000 pelanggan aktif kami, sekitar Rp. 26 juta akan dimasukkan sebagai PAD Kota," ujar Ichsan.
Ditambahkan Ichsan, setoran PAD tersebut terpisah dengan pajak air yang selama ini dibebankan kepada PDAM Kota dari Pemkot. "Pajak air kan Rp 100 perkubiknya atau cuma Rp 5 juta perbulan kami setor. Yang Rp 26 juta tadi mirip dengan pembagian laba lah, tapi ini kan jadi PAD kota nanti namanya," kata Ichsan.

Pemkot Bentuk Forum Komunikasi Pelanggan
Terpisah, Asisten II Pemkot Bengkulu Ir. Efferedi Dameri yang juga selaku Badan Pengawas PDAM Kota ditemui usai berdialog dengan Direktur PDAM Kota Ichsan Ramli, SE di PDAM Kota, mengakui kerugian yang mendera tubuh PDAM. Biaya operasional yang dikeluarkan PDAM akibat pencemaran tersebut semakin bertambah.
"Jelas merugi, biaya operasional PDAM juga semakin besar, puluhan juta harus dikeluarkan untuk beli tawas. Apakah PDAM harus menuntut atau mensomasinya juga tidak bisa sembarangan. Yang pasti kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menindaklanjuti masalah ini di tataran Provinsi sampai ketemu jalan keluarnya," ujar Efferedi.
Dalam waktu dekat ini, sambung Efferedi, akan diadakan agenda pembahasan bersama seluruh Badan Pengawas PDAM, IPAM Air Nelas dan Surabaya serta pihak PDAM Kota untuk menindak lanjuti masalah pencemaran. "Sekarang juga sedang dibuat Forum Komunikasi untuk pelanggan, sehingga apa yang dikeluhkan oleh pelanggan dapat tersalurkan dalam forum ini. Begitupun dengan reaksi berikutnya, PDAM dan Pemkot akan dapat lebih cepat menyikapi kondisinya nanti," tambah Efferedi. (jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar