"Setali tiga uang lah Walikota dan DPRD. Yang satu sibuk mengkritik, yang satunya lagi sibuk cari simpati. Sementara, kering tetap kering, tidak juga berubah jadi basah,” Anggota BEM Fakultas Ekonomi Unib M. Reza Gautama

DPRD: Walikota Tak Beri Solusi Strategis 
RBI, BENGKULU - Sekretaris Komisi III DPRD Kota Bengkulu Nuharman, SH menilai hasil kunjungan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH tidak memberikan solusi strategis terhadap masalah yang dihadapi ratusan petani di Kelurahan Dusun Besar, Panorama, Surabaya dan Semarang. "Kekeringan ini cuma efek saja, akar permasalahannya sama sekali tidak tersentuh. Jadi wajar saja kalau kami nilai ini cuma temporal saja, karena tidak memberikan jawaban yang sesungguhnya," ujar Nuharman, Sabtu (13/8).
Akar permasalahannya, menurut Nuharman, rusaknya daerah tangkapan air (catchment area) bagi air untuk Danau Dendam Tak Sudah (DDTS). Sehingga, Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) sifatnya hanya menunggu air dari air hujan. "Semakin rendah curah hujan, maka turun juga tinggi muka air DDTS," ujar Nuharman.
Menurut Nuharman, harusnya Pemkot Bengkulu khususnya Walikota memikirkan solusi jangka panjang kedepan untuk menjaga pasokan air di DDTS. Tanpa konsep tersebut, bukan tidak mungkin masalah kekeringan yang kerap menghantui ratusan petani akan selalu terulang dan menimbulkan efek yang semakin lama semakin besar. "Selama tidak ada pemikiran untuk mengantisipasi pasokan air tadi, kekeringan akan menjadi agenda rutin," ujar Nuharman.
Senada diungkapkan Wakil Ketua I DPRD Kota Bengkulu Irman Sawiran, Jumat (12/8).
"Akar masalahnya hingga kini kan belum terpecahkan. Salah satu penyebab kekeringan ratusan hektar sawah milik petani disebabkan banyak bangunan di sepanjang sawah. Jadi, harus ada kebijakan yang memang bersifat jangka panjang. Dan hal seperti ini belum ada yang dilakukan Walikota," kata Irman.
      Irman memberikan apresiasi kepada Walikota yang sudah turun meninjau lokasi sawah yang kekeringan. Namun, kunjungan tersebut tidak akan menjadi solusi jangka panjang. Apalagi, bila Walikota tetap tidak tegas. “Itu artinya Walikota peka. Tapi di sisi lain masyarakat menunggu kepastian upaya pemerintah kota bagaimana mencarikan solusi jangka panjang," terang Irman.
Menyediakan pompa, tambah Irman, bukan langkah konkret dan terkesan instan dalam mengatasi masalah kekeringan. Apalagi untuk menggunakan pompa terus menerus dan merawatnya, membutuhkan biaya yang tidak kecil. "Jadi beban petani semakin berat. Tidak ada jalan lain Walikota harus segara mengamankan daerah resapan air dari alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Kalau itu tidak dilakukan, tetap saja kekeringan terus terjadi dan bukan tidak mungkin semakin parah," kata Irman.

DPRD Tidak Berbeda Dengan Walikota
Terpisah, Wakil Kepala Bidang Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Ekonomi Unib M. Reza Gautama mengatakan, penilaian DPRD tersebut juga tidak membawa solusi. Tanpa praktik, apa yang telah dikritisi DPRD tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan Walikota. "Sah-sah saja sebenarnya DPRD punya sikap seperti itu, tapi yang jadi persoalan juga sebenarnya, yang dilakukan dewan sekarang apa? jangan-jangan belum juga ada tindak konkretnya," sindir Reza.
Selama ini, lanjut Reza, kerap terjadi apa yang disampaikan Dewan tidak lebih hanya sebatas ungkapan dan tidak berujung pada penyelesaian persoalan yang sebenarnya. Sehingga, kesimpulan publik tetap tidak mampu menemukan jawaban dari apa yang telah disampaikan kepada Dewan dan Walikota.
"Setali tiga uang lah Walikota dan DPRD, yang satu sibuk mengkritik, yang satunya lagi sibuk cari simpati. Sementara, kering tetap kering, tidak juga berubah jadi basah." ujar Reza.
Untuk itu, tambah Reza, sepantasnya DPRD juga mau menunjukkan apa yang bisa dilakukan. "Sekurangnya kunjungan yang sama seperti Walikota lakukan. Jadi tidak cukup kritik saja," ujar Reza. (jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar