Pemkot Lalai, Ratusan Petani Mulai Merugi 
Bencana Distimulasi Pemerintah 
        Ratusan petani sawah Kelurahan Dusun Besar, Surabaya dan Kebun Tebeng berencana tidak akan menanam padi pada musim kedua usai lebaran nanti. Dikarenakan ratusan hektar sawah mereka terancam gagal panen akibat kekeringan dan tidak kunjung direalisasikannya rencana Pemkot untuk membongkar bangunan yang merusak saluran irigasi yang mengalirkan air dari Danau Dendam Tak Sudah.
"Lima puluh persen lebih sawah kami sudah kekeringan dan sangat memungkinkan sekali akan terjadi gagal panen. Jika tidak segera ditindaklanjuti, lebih baik kami tidak usah tanam padi lagi usai lebaran nanti," ujar Ketua Kelompok Petani Pemakai Air (KP2A) Bengkulu yang juga sebagai Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Bengkulu, Ibnu Hafaz saat ditemui usai melakukan pertemuan dengan Asisten I Pemkot Drs. Ali Arifin, Sabtu (30/7).
Sebab, sambung Ujang, tidak ada iktikad baik dari Pemkot untuk menindaklanjuti masalah banyaknya bangunan yang berdiri di sekitar kawasan irigasi. "Dari 4 bulan lalu sudah disuarakan dan pernah dibahas oleh Pemkot. Tapi apa, sampai detik ini, sudah mengering dan terancam gagal panen, belum juga ada reaksi nyata dari Pemkot," ujar pria yang membawahi sedikitnya 335 petani padi.
Bahkan, tambah Ujang, janji sebelumnya untuk pembongkaran bangunan yang sudah mengganggu aliran irigasi sekunder yang sudah ditandatangani pada 31 Maret 2011 oleh Asisten I Pemkot, DPRD Kota, Dinas PU, Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan, Bappeda Kota dan diikuti oleh Yayasan Lembak, KTNA Kota, KP2A dan Camat Singaran Pati serta Lurah Dusun Besar, diingkari. "Sekarang kami disuruh lagi ke PU, katanya sudah dilimpahkan kesana. Kapan lagi? Petani sudah tidak bisa menunggu waktu lagi, kalau ditunda terus. " ujar Ujang.
Malahan, sambung Ujang, dalam pertemuan di ruangan Asisten I kemarin (30/7), Asisten I Pemkot Drs. Ali Arifin justru berkilah kalau ini kebijakan Asisten sebelumnya (Jonny Simamora). Sehingga Ujang semakin menyangsikan akan segera direspon persoalan ini. "Kata Pak Ali, Dinas PU yang urus. Beliau tidak paham, silakan kami berkoordinasi lagi ke PU. Jadi seperti tidak ada penyelesaian saja," ujar Ujang.
Menanggapi ini, Asisten I Pemkot Drs. Ali Arifin berdalih Pemkot bersama dinas PU sudah turun lapangan langsung beberapa waktu lalu. Dinas PU pun sudah membuat gambar rancang bangun irigasi yang akan dibuatkan untuk pengganti persoalan kekeringan air yang melanda petani. "Gambarnya sudah dibuatkan PU, tinggal lagi tunggu PU saja," ujar Ali singkat.
Sekretaris Komisi III DPRD Kota Nuharman, SH yang juga berdialog dengan Ketua KP2A di DPRD Kota menilai penyelesaina masalah tersebut tidak lah membutuhkan waktu yang lama. Sebab, seluruh bangunan yang sudah mengganggu aliran air irigasi, tidak dibenarkan.  "Tidak perlu lagi surat menyurat, izin tidak ada, merugikan ratusan petani lagi. Bongkar saja, ratusan petani sawah disana lebih penting daripada surat menyurat. PU Harus selesaikan ini segera," ujar Nuharman.

Diawali 1991
Kondisi kekurangan air yang sudah melanda ratusan petani sawah ini, jelas Ujang, harusnya tidak akan pernah terjadi jika saja sumber pasokan air untuk DDTS tidak pernah diputus untuk pembuatan jalan dan pemukiman pada 1991. Selain mengandalkan curah hujan, DDTS juga tergantung dari pasokan air dari hulu air atau 'ulu tulung' (istilah lokal) yang terletak di Desa Taba Pasemah, Talang Empat. "Sekarang kan airnya sudah diputus untuk jalan dan rumah, alirannya dialihkan ke Air Bengkulu. Jadi Dendam tak lebih seperti kantong air saja yang menunggu curah hujan tinggi baru penuh," kata Ujang.
Jika sebelumnya beberapa tahun dulu petani tidak pernah khawatir untuk kekeringan sekalipun di musim kemarau, sekarang harus ketar-ketir untuk mencari air. Ditambah pula siklus kemarau semakin tidak stabil sehingga semakin mempersulit petani. "Seolah tidak ada irigasi teknis lagi, DDTS sekarang cuma mengandalkan hujan saja, maka kami pun juga begitulah kira-kira," ujar Ujang.
Selain itu, sambung Ujang, kondisinya semakin diperparah oleh beberapa bangunan yang sudah berdiri di sepanjang jalur lintas persawahan di sepanjang irigasi yang sudah dibangun. Sehingga semakin mempersulit petani untuk mendapatkan akses air untuk sawah. "Semuanya sudah kompleks dan semakin rumit saja," ujar Ujang.

Danau Dendam Menyusut Distimulasi Pemerintah
Sementara, Direktur Yayasan Lembak Usman Yassin membenarkan, pangkal mula masalah ini, adalah dari aktifitas proyek yang dicanangkan oleh Pemerintah. Pembangunan jalan di tahun 1991 menjadikan cagar alam ini menjadi terbelah dua, termasuk juga mengalihkan air hulu DDTS ke sungai Air Bengkulu. "Ini malapetaka besar bagi kita semua. Dan parahnya lagi justru Pemerintah yang menstimulasi semua bencana ini," ujar Yassin.
Efeknya, sambung Yassin, sudah bermunculan sekarang. Debit air di DDTS sudah mengalami penyusutan sedemikian rupa, ratusan hektar sawah menjadi kering dan kemudian selanjutnya tinggal lagi menunggu kegagalan panen bagi ratusan petani yang menganggantungkan hidup di sawah. "Mungkin saja tidak lama lagi kita akan ketemu dengan yang namanya rawan pangan di Kota Bengkulu," ujar Yassin.
Untuk itu, Yassin berharap Pemkot Bengkulu melalui Dinas PU dapat segera menindaklanjuti persoalan tersebut. "Mengawalinya dengan bongkar irigasi tadi, baru kemudian sebagai jangka panjangnya harus dipikirkan bagaimana menjaga debit air di DDTS. Mereka yang menanam, mereka juga yang menjawab persoalan ini," ujar Yassin. (jek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar