Nikah Hampir Sama Dengan Salat
Ijab kabul tidak perlu diijmahkan atau dibuat kesepakatan baru. Ketentuan ini mutlak dan dalam hukum fiqih sekalipun hal ini tidak bisa dinegosiasikan lagi. Rukun munakahat pernikahan ini sudah ditetapkan Rasullullah dan sifatnya wajib. Aspek tanggungjawab dari sebuah pernikahan akan terkaburkan jika syarat pernikahan ini disederhanakan atau dimudahkan begitu saja.
Demikian disampaikan Komisi Dakwah MUI Provinsi Bengkulu Drs. H. Agus Aswadi, S. Pd kepada Radar Bengkulu, Minggu (1/5). "Syarat munakahat ini jangan dipermainkan. Ketentuan ini adalah ketentuan yang sudah ditetapkan Rasulullah. Jadi tak sepantasnya diijmahkan lagi. Nikah ini hampir sama dengan Salat, apakah ini juga harus diijmahkan lagi?" kata Agus.
Agus menjelaskan, komponen utama dari ijab dan kabul dasar utamanya harus dapat dibenarkan dalam hati, melalui lisan dan perbuatan. Bila ketiga komponen ijab kabul tesrebut disederhanakan, bukan tidak mungkin aspek tanggungjawab yang tersirat dalam makna ijab kabul akan terkaburkan.
Agus melanjutkan, hukum ijab kabul adalah hukum Allah. Sudah diisyaratkan ijab kabul untuk dihafalkan dan dilafalkan. Terkecuali untuk orang yang sedang dalam kemudaratan atau ketidakmampuan, baru diperkenankan melafalkannya melalui teks. "Jangan main-mainlah dengan syarat pernikahan tersebut. Tidak bisa begitu saja dipermudahkan dengan teks lalu dianggap kurang afdal. Ini soal ikrar, janji dan tanggungjawab. Jadi jangan sembarangan," tegas Agus.
Diibaratkan Agus, jika prosesi ijab kabul dilakukan oleh orang yang tidak sedang dalam kemudaratan atau ketidakmampuan (sehat/normal), artinya sama saja dengan orang yang tidak mematuhi ketentuan Allah, "Ini sama saja dengan orang yang salat yang tidak berwudhu atau dalam keadaan hadast besar," ujar Agus.
Kapasitas penentuan saksi juga harus berdasarkan pertimbangan hukum, tambah Agus. Sebab, penentuan kalimat sah atau tidaknya pelafalan juga akan menjadi tanggung jawab dari saksi atau penghulunya. Dengan kata lain, bila pengucapan ijab kabul melalui teks dan diketahui oleh saksi dan penghulunya, sementara mereka mendiamkan, maka saksi dan penghulu tersebut harus bertanggungjawab.
"Kalau memang ada saksi dan penghulu yang bertemu langsung dengan prosesi ini, secara administrasi dan hukum mempelai tersebut dapat dianggap sah atau bisa jadi dianggap batal. Namun yang pasti, penghulu dan saksi akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nantinya," terang Agus.
Terkait penilaian ijab kabul sah namun kurang afdal bila dilafalkan melalui teks, menurut Agus, ijab kabul pada hakekatnya adalah kalimat yang pendek dan sederhana. Menghafalkannya tidak lah sulit untuk dilakukan. Pertanggungjawaban dari sebuah pernyataan ijab kabul yang ditekankan, sekaligus juga sebagai titik awal dari sebuah gerbang pernikahan, "Masa nggak bisa dihafalkan atau sampai minta bantuan teks. Kalau sakit mungkin bisa dimaklumi. Ijab kabul ini kan tidak sepanjang jus Alquran," ujar Agus.
Agus berharap demi pedoman publik, tidak semestinya ada penyederhanaan atau kemudahan atau penijmahan dari prosesi ijab kabul atau rukun dari munakahat pernikahan tersebut. Bila memang harus dikatakan tidak, maka katakan tidak, "Tidak faham ya bertanyalah dengan yang ahli, jangan kemudian sampai menyederhanakan atau harus diijmahkan. Hukum ini sudah baku, tak sepantasnya kita mengijmahkan apa yang sudah menjadi ketentuan Allah." ujar Agus. (jek)
Jumlah Pernikahan di Kota Bengkulu
Tahun Jumlah
2008 2.723
2009 2.622
2010 2.802
Sumber : Departeman Agama Kota Bengkulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar