"Lihat saja kondisi APBD Kota dan Provinsi, pengeluarannya justru didominasi oleh pengeluaran untuk pegawai. Sedikit sekali yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, apa tidak pemiskinan ini namanya?" Asep Topan

Secara Sistemik Orang Bengkulu Dimiskinkan
RBI, BENGKULU - Secara politis bisa saja dikatakan Indonesia sudah merdeka yang sudah ditandai dikukuhkannya proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun secara sosial ekonomi, kemerdekaan tersebut belum dinikmati rakyat. Hampir sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan dan sengaja dimiskinkan secara sistemik, termasuk orang Bengkulu. Demikian dikemukakan Pengamat Sosial Unib Drs. Asep Topan, M. Si, Kamis (18/8).
Menurut Asep, 66 tahun perjalanan Indonesia belum sepenuhnya kemerdekaan dinikmati rakyat Indonesia. Sebab, negara sudah menskenariokan secara sistemik dan terstruktural untuk memiskinkan rakyatnya. Disparitas (kesenjangan) antara yang miskin dan kaya semakin lebar sehingga memicu gejolak sosial untuk menuntut kemerdekaan hakiki. "Wajar saja kalau ada yang protes belum merdeka. Sebab negara kita sendiri yang menciptakannya. Orang-orang kita ini sengaja dimiskinkan secara sistemik," ujar Asep.
Pemiskinan tersebut, sambung Asep, secara struktural sudah membelenggu bangsa Indonesia jauh semenjak kemerdekaan Indonesia pertama kali dikumandangkan. Mobilitas sosial yang signifikan tentang kesetaraan nasib tidak pernah terjadi. Pengkayaan justru terjadi pada pihak-pihak pemilik modal yang hidup dan hadir dalam pemerintahan.
"Sistem negara ini sudah mengabaikan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Kemerdekaan akhirnya hanya tercipta bagi para pemilik modal, bukan untuk orang-orang yang sudah dimiskinkan secara strukturalis," ujar alumnus UGM ini.
Ketika dibandingkan dengan kondisi negara lain seperti di Afrika, lanjut Asep, kondisi Indonesia jauh lebih unggul. Dari segi SDM dan kekayaan SDA, Indonesia jauh lebih kaya dan memiliki nasib yang jelas. Sehingga secara sembarang dapat dikatakan bahwa tidak ada alasan sebenarnya rakyat Indonesia harus miskin seperti di Afrika. Tapi kenyataannya, tambah Asep, kondisi Indonesia malah tidak jauh beda miskin rakyatnya dengan Afrika.
"Ini kan sudah soal sistemnya yang bermasalah, jadi bukan lagi soal nasib. Nasib kita jauh lebih baik dari Afrika, terus kenapa masih miskin? Inilah yang saya sebut tadi pemiskinan sistemik," ujar Asep.
Dengan begitu, tambah Asep, selama tidak ada perubahan secara fundamental dalam struktur birokrasi dan sistem negara, tidak akan pernah tercipta kemerdekaan yang hakiki bagi seluruh rakyat Indonesia. "Harus ada perubahan secara fundamental, revolusi birokrasi bila perlu, jadi bukan lagi revolusi sosial yang didengungkan," ujar pria kelahiran 1961 ini.

Bengkulu Tidak Jauh Beda
Bagaimana dengan kondisi Kota Bengkulu? Menurut Asep, tidak jauh berbeda, juga terjadi pemiskinan secara sistemik. Mayoritas kekayaan Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu dikuasai orang-orang tertentu dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak melanggar hukum ataupun dianggap merugikan.
"Secara hukum mereka (pemilik modal) benar, tidak ada masalah sama sekali. Tapi lihat lagi efeknya, masyarakat Bengkulu justru tidak menikmati sepeser pun dari aktivitas tersebut. Artinya, secara sistemik orang Bengkulu juga sudah dimiskinkan," kata Asep.
Begitupun dengan kondisi sosial di kalangan pemerintahan, sambung Asep, secara sistemik telah membuat celah untuk melakukan korupsi dan penyelewengan. Masyarakat akhirnya menjadi penonton apatis, yang suka atau tidak suka membiarkan kondisi tersebut membelenggu mereka.
"Lihat saja kondisi APBD Kota dan Provinsi, pengeluarannya justru didominasi oleh pengeluaran untuk pegawai. Sedikit sekali yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, apa tidak pemiskinan ini namanya?" ujar Asep.
Untuk itu, tambah Asep, sepantasnya  selain langkah strategis berupa reformasi fundamental sistem yang ada di Bengkulu, sebagai langkah taktisnya khususnya Pemkot Bengkulu untuk meredam gejolak sosial yang menuntut kemerdekaan secara hakiki bagi warga kota. Perlu dibuat upaya untuk pemberdayaan masyarakat dengan membangun ekonomi dari rakyat untuk rakyat. "Hidupkan ekonomi masyarakat, jangan perbesar disparitas dan reformasi sistem yang ada di pemerintahan, maka kemerdekaan bukan tidak mungkin bisa jadi milik semua orang Bengkulu," ujar Asep. (jek)

“Kami Belum Merdeka”
Pemiskinan Terus Dilakukan Penguasa
RBI, BENGKULU – Sejumlah warga mengaku belum merasa merdeka. Bagi mereka, kemerdekaan itu hanya milik segelintir orang seperti para pejabat dan petinggi yang bekerja di lingkungan eksekutif, yudikatif dan legislatif.  “Kemerdekaan bukan milik tukang becak," ujar salah seorang pengayuh becak di jalan Iskandar Tengah Padang Sarmun dengan lesu kepada Radar Bengkulu saat ditemui di pangkalannya di jalan Iskandar Tengah Padang, Rabu (17/8).
Sarmun yang telah berusia 53 tahun itu bersikeras, tetap tidak bisa memaksakan diri untuk menikmati perayaan kemerdekaan. Alasan Sarmun, selama dirinya dan keluarga masih tetap sengsara, yakni susah dalam mendapatkan hak untuk tidak direndahkan sebagai tukang becak dan sulit untuk mendapatkan uang ataupun penghidupan yang layak, tetap belum merdeka. "Merdeka itu kalau banyak uang, tidak lagi sebagai tukang becak dan punya rumah bagus. Itu baru merdeka. Kami tukang becak masih jauh sepertinya," ujar Sarmun.
Sehingga, menurut Sarmun, secara keseluruhan kemerdekaan tersebut hanya bisa dirasakan dan dinikmati oleh segelintir orang saja. Sementara sebagian lainnya, justru tidak bisa menikmati dan memahami makna dari kemerdekaan itu sendiri."Boleh tanya dengan pejabat-pejabat yang upacara tadi, kalau tidak makan sehari karena tidak dapat uang, itu kira-kira merdeka tidak?" ujar Sarmun.
Ayah dari 4 orang anak itu juga berharap pemerintah lebih memperhatikan kaum-kaum pinggiran kota yang masih jauh dari ketenangan hidupnya. Sehingga nuansa kemerdekaan yang digaungkan juga dapat mereka rasakan. "Upacara boleh, tapi jangan lupa pikirkan juga kami yang tidak pernah dapat upacara ini, yang tiap harinya cuma mengayuh becak saja kerjanya," ujar Sarmun penuh harap.
Serupa dengan Sarmun, seorang kuli harian di PTM Pasar Minggu Ali Hanafiah (56) mengaku tidak bisa menikmati makna dari kemerdekaan. Ali berpandangan kemerdekaan hanya untuk petinggi dan orang yang sudah berpenghasilan tetap. "Merdeka tidak cukup bebas dari penjajah saja, tapi merdeka juga harus bebas dari derita. Selama kami orang kecil selalu menderita, belum berani kami katakan kalau sudah merdeka. Pejabat dan orang kaya mungkin bisa bilang. Kami tidak," ujar Ali

Rakyat Masih Sengsara
Senada diungkapkan Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial, Indra Munaswar. Menurutnya, memang sudah 66 tahun Indonesia terlepas dari penjajahan Belanda. Dan hal itu menurutnya, sebagai anugerah Allah SWT memang patut disyukuri."Tapi kemerdekaan yang hakiki untuk seluruh rakyat Indonesia di negerinya sendiri, masih sangat jauh dari cita-cita proklamasi itu sendiri," kata Indra, Rabu (17/8), di Jakarta.
Indra melanjutkan, sampai saat ini rakyat masih belum terlepas dari penjajahan sikap-sikap keserakahan para penguasa negeri sendiri. Menurutnya, kemiskinan yang diderita sebagian besar rakyat Indonesia bukanlah karena kodratnya harus miskin. "Tetapi karena pemiskinan yang terus dan terus dilakukan oleh para penguasa negara," kata Indra.
Salah satu buktinya, lanjut Indra, adalah tidak adanya kehendak yang tulus sesuai konstitusi dari penguasa negara untuk mengimplementasikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, berdasarkan amanat Pasal 34 ayat (2) juncto Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 281 ayat (4) Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007 tahun 2005.
"Akibatnya, masih banyak (rakyat) mati tanpa terlebih dahulu mendapat pengobatan dan perawatan dari negara, karena rakyat tidak mampu membayar rumah sakit, dokter, obat dan kebutuhan medik lainnya," sebut Indra.
Indra juga menilai rakyat Indonesia kini bukan saja harus terus berjuang demi kemerdekaan kedua dari penjajahan penguasa bangsa sendiri, namun juga penjajahan ekonomi dari bangsa asing yang terus menggerogoti kekayaan negeri ini tanpa dilawan. "Bahkan malah ditemani oleh penguasa negara dan antek-antek asing dari bangsa Indonesia itu sendiri, yang suka hidup senang di atas penderitaan orang lain," kata Indra. (jek/boy/jpnn)

"Setali tiga uang lah Walikota dan DPRD. Yang satu sibuk mengkritik, yang satunya lagi sibuk cari simpati. Sementara, kering tetap kering, tidak juga berubah jadi basah,” Anggota BEM Fakultas Ekonomi Unib M. Reza Gautama

DPRD: Walikota Tak Beri Solusi Strategis 
RBI, BENGKULU - Sekretaris Komisi III DPRD Kota Bengkulu Nuharman, SH menilai hasil kunjungan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH tidak memberikan solusi strategis terhadap masalah yang dihadapi ratusan petani di Kelurahan Dusun Besar, Panorama, Surabaya dan Semarang. "Kekeringan ini cuma efek saja, akar permasalahannya sama sekali tidak tersentuh. Jadi wajar saja kalau kami nilai ini cuma temporal saja, karena tidak memberikan jawaban yang sesungguhnya," ujar Nuharman, Sabtu (13/8).
Akar permasalahannya, menurut Nuharman, rusaknya daerah tangkapan air (catchment area) bagi air untuk Danau Dendam Tak Sudah (DDTS). Sehingga, Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) sifatnya hanya menunggu air dari air hujan. "Semakin rendah curah hujan, maka turun juga tinggi muka air DDTS," ujar Nuharman.
Menurut Nuharman, harusnya Pemkot Bengkulu khususnya Walikota memikirkan solusi jangka panjang kedepan untuk menjaga pasokan air di DDTS. Tanpa konsep tersebut, bukan tidak mungkin masalah kekeringan yang kerap menghantui ratusan petani akan selalu terulang dan menimbulkan efek yang semakin lama semakin besar. "Selama tidak ada pemikiran untuk mengantisipasi pasokan air tadi, kekeringan akan menjadi agenda rutin," ujar Nuharman.
Senada diungkapkan Wakil Ketua I DPRD Kota Bengkulu Irman Sawiran, Jumat (12/8).
"Akar masalahnya hingga kini kan belum terpecahkan. Salah satu penyebab kekeringan ratusan hektar sawah milik petani disebabkan banyak bangunan di sepanjang sawah. Jadi, harus ada kebijakan yang memang bersifat jangka panjang. Dan hal seperti ini belum ada yang dilakukan Walikota," kata Irman.
      Irman memberikan apresiasi kepada Walikota yang sudah turun meninjau lokasi sawah yang kekeringan. Namun, kunjungan tersebut tidak akan menjadi solusi jangka panjang. Apalagi, bila Walikota tetap tidak tegas. “Itu artinya Walikota peka. Tapi di sisi lain masyarakat menunggu kepastian upaya pemerintah kota bagaimana mencarikan solusi jangka panjang," terang Irman.
Menyediakan pompa, tambah Irman, bukan langkah konkret dan terkesan instan dalam mengatasi masalah kekeringan. Apalagi untuk menggunakan pompa terus menerus dan merawatnya, membutuhkan biaya yang tidak kecil. "Jadi beban petani semakin berat. Tidak ada jalan lain Walikota harus segara mengamankan daerah resapan air dari alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Kalau itu tidak dilakukan, tetap saja kekeringan terus terjadi dan bukan tidak mungkin semakin parah," kata Irman.

DPRD Tidak Berbeda Dengan Walikota
Terpisah, Wakil Kepala Bidang Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Ekonomi Unib M. Reza Gautama mengatakan, penilaian DPRD tersebut juga tidak membawa solusi. Tanpa praktik, apa yang telah dikritisi DPRD tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan Walikota. "Sah-sah saja sebenarnya DPRD punya sikap seperti itu, tapi yang jadi persoalan juga sebenarnya, yang dilakukan dewan sekarang apa? jangan-jangan belum juga ada tindak konkretnya," sindir Reza.
Selama ini, lanjut Reza, kerap terjadi apa yang disampaikan Dewan tidak lebih hanya sebatas ungkapan dan tidak berujung pada penyelesaian persoalan yang sebenarnya. Sehingga, kesimpulan publik tetap tidak mampu menemukan jawaban dari apa yang telah disampaikan kepada Dewan dan Walikota.
"Setali tiga uang lah Walikota dan DPRD, yang satu sibuk mengkritik, yang satunya lagi sibuk cari simpati. Sementara, kering tetap kering, tidak juga berubah jadi basah." ujar Reza.
Untuk itu, tambah Reza, sepantasnya DPRD juga mau menunjukkan apa yang bisa dilakukan. "Sekurangnya kunjungan yang sama seperti Walikota lakukan. Jadi tidak cukup kritik saja," ujar Reza. (jek)

Makin Dekati Masa Panen, Batang Padi Mulai Roboh 
Sebelum Lebaran, Bangunan Dibongkar
RBI, BENGKULU – Diduga karena tidak kuat menopang daun dan buah, ratusan batang padi di Kelurahan Dusun Besar yang sudah masuk usia tanam 70 - 80 hari, roboh. Batang padi tersebut roboh dengan sendirinya dengan kondisi pangkal batang yang sudah menguning. "Roboh semua batangnya karena sudah dua bulan tidak diairi," kata petani sawah asal Kelurahan Panorama Asmawati (47), Kamis (11/8).
Asmawati melanjutkan, akibat panas berlebihan daun-daun padi menggulung keriting sehingga kebanyakan bulir padi jadi tidak berisi maksimal. Di bagian lain, banyak buah padi juga tidak sempat menjadi bulir sehingga membuat padi mirip seperti rumput biasa. "Mirip ilalang jadinya, daunnya menggulung dan buahnya bantut," kata Asmawati.
Terhadap 1 petak padi yang sudah menggulung semua daunnya tersebut, Asmawati enggan untuk mengurusnya lagi. Sebab, kemungkinan tidak berbuah sudah hampir bisa dipastikan. "Diapa-apakan juga tidak akan membuahkan hasil, jadi kami tinggalkan saja," ujar Asmawati.
Hal sama dikatakan petani Kelurahan Semarang M. Daud (57). Kekeringan sudah membuat ratusan batang padi di sawah miliknya tidak berbuah lagi. Terkait kedatangan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH, M. Daud menilai kedatangannya kurang tepat. Sebab tidak mengungkap persoalan dasar yang dihadapi oleh petani selama ini.
"Mestinya pak Wali melihat hulu Air Dendam, itu yang mesti dibongkar (maksudnya, jalan) dan diperbaharui (kondisi lahan). Kami ini cuma penerima dampak saja," ujar Daud.
Namun, Daud tetap mengapresiasi kehadiran Walikota kemarin. Dengan begitu apa yang dipikirkan selama ini tentang ketidak pedulian Kanedi sedikit terbantahkan. "Daripada yang lain (anggota dewan, maksudnya) cuma mengomentari saja, mending juga pak Kanedi mau turun ke sini. Biar tidak juga mendatangkan air, tapi menjawab keraguan kami," ujar Daud.

Dibongkar Pemilik Bangunan
Pasca Walikota H. Ahmad Kanedi, SH, MH meninjau, Pemkot Bengkulu sepertinya tidak main-main untuk merealisasikan pembongkaran bangunan yang sudah mengganggu bangunan irigasi di sepanjang jalan Danau menuju Kompi Brimob. Ditargetkan sebelum lebaran, seluruh bangunan yang menutupi bangunan irigasi sudah bisa difungsikan kembali. Bangunan yang menutupi akan dibongkar oleh pemiliknya.
"Sesuai kesepakatan tadi (11/8), bangunan akan dibongkar sendiri oleh pemilik bangunan. Senin (15/8), surat pemberitahuannya akan dikirimkan oleh Walikota," ujar Ketua Kelompok Petani Pemakai Air (KP2A) Ibnu Hafaz Mazni ditemui usai hearing bersama pemilik ruko dan Asisten I Pemkot Bengkulu Drs. Ali Arifin, di rumahnya (11/8).
KP2A sangat berharap kesepakatan ini dapat dipatuhi semua pemilik ruko. Dengan begitu, apa yang sudah menjadi keresahan ratusan petani padi sawah selama ini dapat segera terselesaikan. "Cepat selesai lebih baik, sudah lama kami menanti realisasi dari Pemkot. Mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi persoalan irigasi jadi masalah para petani," ujar pria yang akrab dipanggil Ujang ini. (jek)
Janji Prioritaskan Sawah Kekeringan 
Walau Lambat, Petani Tetap Senang Ditinjau
RBI, BENGKULU – Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH berjanji akan memprioritaskan solusi terhadap masalah kekeringan sawah yang melanda lebih 300 hektare sawah di kelurahan Panorama, Dusun Besar, Surabaya dan Semarang. Janji tersebut disampaikan dalam dialog dengan petani saat meninjau sawah, Rabu (10/8).
“Untuk persoalan kekeringan ini, akan menjadi konsentrasi Pemkot Bengkulu untuk menindaklanjutinya. Sehingga permasalahan ini menjadi permasalahan bersama. Kami sangat prihatin dan sedih melihat kondisi ini. Saya berharap ini segera cepat selesai. Mudah-mudahan ada hikmah di balik semua ini," kata Kanedi.
Untuk diketahui, Kanedi bersama jajarannya turun meninjau lokasi sawah yang mengalami kekeringan sejak pukul 10.00 - 12.30. "Akhirnya datang juga Pak Wali, sudah hampir mati (maksudnya, padi) baru datang. Tapi daripada tidak sama sekali, kami cukup senang dengan kedatangan Pak Wali," celetuk seorang rombongan petani di Kelurahan Panorama saat melihat rombongan Walikota meninjau sawah.
Dalam kunjungannya, Kanedi langsung meninjau lokasi kekeringan di kelompok tani Embun Pagi yang memang tersedia 1 mesin pompa air 4 inchi. Namun karena BBM yang terbatas dan pasokan air yang menipis sengaja mesin pompa tidak dihidupkan. Dalam dialog, terungkap bahwa petani sudah lama mengeluhkan persoalan irigasi tersebut ke Pemkot Bengkulu melalui Dinas PU.
Kendati sudah dua kali pengajuan dimasukkan, belum pernah direspon Dinas PU. “Usai gempa besar tahun 2004, irigasi disini rusak berat. Lantai dan dinding irigasi jebol, sehingga walaupun air banyak, justru banyak terbuang," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kota Bengkulu Haryadi Yahya.
Menanggapinya, Dinas PU Kota Bengkulu melalui Kepala Bidang Pengairan Ir. Mulyani yang didengarkan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH mengatakan, "Survei sudah kami lakukan, semua kerusakannya sudah terdata dan juga sudah dimasukkan dananya untuk anggaran tahun ini."
Usai melakukan pemantauan terhadap kondisi mesin pompa, rombongan Walikota bergerak ke Kelurahan Semarang untuk melihat kondisi persawahan. Temuan di lapangan, memang lebih memprihatinkan dibandingkan kondisi persawahan di Kelurahan Panorama dan Dusun Besar. Sawah di Kelurahan Semarang sama sekali tidak memiliki akses air ataupun pompa yang tersedia. Sehingga hampir keseluruhan petak sawah merekah kering dengan batang tanaman padi yang sudah mengering karena tidak terasupi air.
Seorang petani yang hadir mengungkapkan permohonan kepada Walikota untuk membantu pasokan air dengan sistem pompanisasi menggunakan air Sungai Bengkulu. Dijawab Kanedi, "Kami akan kaji dulu, nanti sudah disiram justru tanaman malah mati karena tercemar. Air di sana kan kabarnya sudah tercemar. Namun kalau memang layak nanti, akan kami upayakan."
Terakhir, rombongan bergerak kembali ke Surabaya untuk memantau kondisi beberapa bangunan yang sudah mengganggu irigasi petani. Berdasar pengamatan, Kanedi berjanji akan segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan melakukan pemanggilan dan pendataan semua pemilik bangunan yang sudah menutupi bangunan irigasi tersebut.
"Akan difungsikan lagi sebagaimana mestinya. Irigasi ini kan milik banyak orang, kami akan meminta mereka membenahi kembali semua bangunan ini, tidak terkecuali. Sehingga biar lancar semua nanti, kasihan para petani," ujar Kanedi. (jek)
Petani Dimiskinkan Secara Sistematis ?
       Ancaman gagal panen dan kekeringan yang melanda ratusan petani padi sawah di Kota Bengkulu sebagai akibat susutnya air Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) yang merupakan sumber air irigasi dinilai bukan hanya bentuk kelalaian Pemkot. Bahkan diduga kuat sebagai bentuk skenario sistematis untuk merusak keberlangsungan Cagar Alam Danau Dusun Besar (CADDB) dan memiskinkan ratusan petani padi sawah.
"Bukan tidak mungkin ini sudah terskenario secara sistematis. Telusuri saja skenario ini, maka akan terbedah bahwa seolah-olah seperti ada kesengajaan untuk mengganggu keberlanjutan CADDB dan kekeringan sawah yang terjadi," ujar Direktur Yayasan Lembak Bengkulu Ir. Usman Yassin, M. Si, Minggu (31/7)
Jika seandainya tidak ada kesengajaan untuk memaksakan pembuatan jalan di daerah Nakau menuju Air Sebakul yang membelah kawasan CADDB pada 1990 dan juga pengalihan air hulu DDTS ke sungai Air Bengkulu tentu tidak akan pernah terjadi kekeringan yang melanda para petani padi sawah.
"Andalan air irigasi ini kan cuma dari DDTS. Sedikit saja gangguan di hulunya, efeknya bisa dilihat sekarang. Apalagi sumber air bantu di hulunya sudah dialihkan ke Air Bengkulu, jadi wajar saja kalau DDTS ini cuma mengandalkan air hujan," ujar Usman.
Dengan begitu, wajar ketika di musim kemarau dan kemudian terjadi penurunan debit air di DDTS, maka pasokan air irigasi DDTS tidak mampu memenuhi suplai air untuk ratusan hektar sawah di Kelurahan Dusun Besar, Surabaya dan Kebun Tebeng. Selanjutnya, bisa berakibat pemiskinan bagi para petani padi sawah tersebut. "Cepat atau lambat, petani ini kemudian tidak bisa lagi menanam padi di sawah. Ya, selanjutnya mungkin saja nanti sawah-sawah ini kemudian berakhir menjadi pemukiman," ujar Usman.
Berdasar penelusuran dan kajian yang dilakukan Yayasan Lembak Bengkulu, beberapa langkah skenario tersebut bermula dari surat Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Nomor : 522.51/1238/II/B.5 tertanggal 24 Januari 1990 tentang Permohonan Izin pinjam pakai Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar untuk pembuatan jalan. Surat yang ditujukan kepada Kementerian Kehutanan dan Kanwil Kehutanan Provinsi Bengkulu tersebut, sambung Usman, belum direspon Kementerian Kehutanan. Diduga karena tahun sebelumnya Kanwil Kehutanan Povinsi Bengkulu sudah membuat surat untuk melakukan penggeseran jalan kepada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu dengan Surat Nomor . 657/II/Kanwil-4/1989 tanggal 28 September 1989 yang isinya meminta agar dalam pelaksanaan pembangunan jalan poros tersebut tidak menggunakan atau melewati kawasan CADDB. "Namun, praktiknya jalan tetap dibangun pada 1990. Inilah cikal bakal perusakan ini," ujar Yassin.
Untuk melegalisasikan jalan yang sudah terlanjur dibangun, Pemprov Bengkulu terus memperjuangkan pengubahan status CADDB menjadi Taman Wisata Alam (TWA). Alhasil, disetujui Menteri Kehutanan berdasarkan Surat Menteri Kehutanan No. 732/Menhut-V/2001 tanggal 22 Mei 2001. Tapi Walikota Bengkulu menolak perubahan status CADDB menjadi TWA melalui surat No. 522.51/221/B.4/Bappeda tanggal 30 April 2002 tentang Mengembalikan Fungsi Cagar Alam Danau Dusun Besar ke Menteri Kehutanan. Dalam surat tersebut, Walikota juga meminta Menteri Kehutanan membongkar dan tidak memfungsikan kembali Jalan Nakau – Sebakul sebagai jalan umum.
"Akhirnya setelah perdebatan panjang, disepakati lah untuk menutup jalan ini dengan terbitnya Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor : 522/3771/B.3 tertanggal 26 Juni 2002 dan surat dari BKSDA kepada Kepala Dinas PU Provinsi Bengkulu No. S.299.1/IV.K-7/Ren/2005 tanggal 25 Mei 2005 tentang Pembongkaran Trase Jalan yang berada/melintasi Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar," ujar Usman.
Sayangnya, sambung Usman, masuk tahun 2009 sebagai akibat banyaknya truk-truk yang melebihi tonase melintas ke dalam Kota Bengkulu, akhirnya wacana penerusan pembangunan jalan yang melintas Nakau-Air Sebakul mulai dihembuskan lagi. Walikota Bengkulu yang saat itu dijabat Chalik Effendi (Alm) pun kembali mendesak untuk melakukan perubahan status CADDB menjadi TWA.
"Sampai sekarang belum tahu ujungnya kemana. Sementara efek negatifnya mulai mengakumulasi dan bermunculan tahun ini," ujar Usman.

KP2A Datangi PU, Bongkar Sendiri Irigasi
Terpisah, Ketua Kelompok Petani Pengguna Air (KP2A) Ibnu Hafaz mengatakan jika tidak ada halangan pihaknya akan mendatangi Dinas pekerjaan Umum Kota Bengkulu selaku pihak yang paling bertanggung jawab terhadap persoalan gangguan irigasi di DDTS."Minggu ini, kami akan upayakan ke PU, tidak mungkin kami menunggu berlama-lama, sementara kekeringan ini semakin meluas," ujar pria yang akrab dipanggil Ujang ini, Minggu (31/7).
Jika tidak ada respon atau iktikad dari Dinas PU untuk segera mengambil tindakan pembongkaran terhadap bangunan warga yang sudah merusak irigasi tersebut, KP2A bersama petani akan melakukan aksi pembongkaran sendiri."Jika memang tidak ada iktikad nyata dari PU nanti, biar kami yang bongkar sendiri irigasi kami nanti," ujar Ujang. (jek)

Menteri LH Usut Kasus Pencemaran Air Bengkulu 
1 Agustus Ambil Sampel
     Masalah pencemaran daerah aliran sungai (DAS) Air Sungai Bengkulu sudah menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat. Bila tidak ada halangan, Menteri Lingkungan Hidup Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, MS bersama tim kementerian LH akan ambil sampel air DAS Air Bengkulu untuk ambil sampel air.
      "Informasinya, pengambilan dilakukan di kawasan tambang dan pengolaan karet dan minyak sawit," ujar Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Si yang diiyakan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) Kementerian Kehutanan Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Dr. Ir. Eka W Soegiri, MM dan perwakilan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (RRL) Ir. Tonny H Widianarto, M. Si ditemui usai kegiatan Sosialisasi Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Bengkulu tahun 2011 di Raffles City Hotel, Rabu (27/7).

Gubernur Harus Bertindak
Eka juga menilai persoalan dasar tak kunjung selesainya persoalan pencemaran Air Bengkulu karena tidak terbangunnya harmonisasi dan komunikasi antar pihak terkait. Akibat masing-masing pihak bekerja sendiri tanpa kesatuan arah yang jelas, sehingga membuat kebingungan ketika akan mengambil sebuah tindakan dan keputusan yang menyangkut persoalan antar wilayah.
"Ibarat lagu, biar terbangun harmonisasi harus ada dirigennya. Dalam hal pencemaran yang melingkupi dua wilayah, Gubernur atau Pemprov harus bertindak sebagai dirigennya. Kalau tidak, tidak akan pernah terselesaikan persoalan tersebut, masing-masing pihak akan saling lempar tanggung jawab terus," tutur Eka.
Dengan begitu, sambung Eka, apa yang menjadi polemik persoalan pemerintah dalam merespon persoalan pencemaran dapat segera terindentifikasi dan terlokalisasi (terpetakan) sejauh mana besaran, dampak ikutan dan strategi penyelesaiannya. "Kepentingan DAS dan air ini kan bukan cuma milik segelintir orang. Mulai dari nasional, sektor, kabupaten, kota, provinsi, rumah tangga, industri dan lain sebagainya punya kepentingan. Identifikasi dan lokalisir masalahnya, pasti terjawab nanti," ujar Eka.
Dengan begitu, tambah Eka, kedepannya akan terwujud kerangka pikir tentang Visi, Interpretasi dan Persepsi (VIP) yang sama bahwa persoalan pencemaran sampai dengan semua permasalahan di DAS Air Bengkulu adalah tanggung jawab dan kepemilikan bersama semua pihak. "Tinggal lagi berbagi peran masing-masing di semua lembaga, tujuan boleh saja beda yang penting tetap mengarah pada perbaikan kualitas DAS Air Bengkulu atau lingkungan," kata Eka.

Wajib Ada Kompensasi Hulu Hilir
Menanggapi kemungkinan ruang bagi pihak Kabupaten/Kota untuk dapat menerima ganti rugi bila wilayah mereka menjadi korban pencemaran aktivitas industri di daerah hulu, "Warga atau masyarakat ataupun Pemkab/Pemkot berhak untuk meminta ganti rugi, jika mereka merasa dirugikan. Artinya kompensasi hulu hilir itu wajib dan sudah menjadi hak bagi masyarakat." ujar Eka.
      Kompensasi tersebut, tambah Eka, termaktub dalam kaidah polluter pay principle (pencemar harus membayar) yang sudah diterapkan di berbagai negara. Hanya saja, sayangnya di Indonesia kaidah tersebut belum menjadi titik tolak kebijakan untuk mengatasi persoalan pencemaran. Padahal dengan menggunakan kaidah tersebut dapat menjadi instrumen yang efisien dan efektif sebagai biaya pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
      Eka menambahkan, prinsip pencemar membayar didasari atas prinsip bahwa setiap pelaku pencemaran harus tetap dapat dituntut tanggung-gugatnya (to be held accountable) tanpa mempertimbangkan apakah pihak pencemar telah mematuhi peraturan atau pun mempunyai reputasi baik dalam pengelolaan lingkungan hidup. Karena, sambung Eka, tindak pencemaran tersebut, berdasarkan UU No.32 tahun 2009, merupakan suatu tindak kejahatan lingkungan, maka hal ini juga mengandung makna adanya tanggung-gugat dari penangggung jawab kegiatan (top management) untuk dapat dituntut secara pidana atas tindak pelanggaran kejahatan lingkungan tersebut.
      "Artinya secara sederhana, tambang yang ada di hulu DAS Air Bengkulu, karena sudah mencemari berarti harus bayar (ganti rugi) kepada warga kota atau Kabupaten. Angkanya silahkan saja, dianalisis berdasar luasan dampak yang ditimbulkannya." ujar Eka.
      Namun demikian, tambah Eka, penerapan kaidah polluter pay principle tersebut, sepantasnya juga harus setepatnya. Sebab jika di telaah lebih jauh, maka para pengumpul batu bara yang juga menyumbang kekeruhan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Kelurahan Surabaya bisa terkena beban tersebut. "Jadi, sebijaknya lah. Nanti protes pula para pengumpul batu baranya, mereka kan juga termasuk salah satu bagian dari pencemarnya, soalnya," ujar Eka. (jek)

Pemkot Lalai, Ratusan Petani Mulai Merugi 
Bencana Distimulasi Pemerintah 
        Ratusan petani sawah Kelurahan Dusun Besar, Surabaya dan Kebun Tebeng berencana tidak akan menanam padi pada musim kedua usai lebaran nanti. Dikarenakan ratusan hektar sawah mereka terancam gagal panen akibat kekeringan dan tidak kunjung direalisasikannya rencana Pemkot untuk membongkar bangunan yang merusak saluran irigasi yang mengalirkan air dari Danau Dendam Tak Sudah.
"Lima puluh persen lebih sawah kami sudah kekeringan dan sangat memungkinkan sekali akan terjadi gagal panen. Jika tidak segera ditindaklanjuti, lebih baik kami tidak usah tanam padi lagi usai lebaran nanti," ujar Ketua Kelompok Petani Pemakai Air (KP2A) Bengkulu yang juga sebagai Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Bengkulu, Ibnu Hafaz saat ditemui usai melakukan pertemuan dengan Asisten I Pemkot Drs. Ali Arifin, Sabtu (30/7).
Sebab, sambung Ujang, tidak ada iktikad baik dari Pemkot untuk menindaklanjuti masalah banyaknya bangunan yang berdiri di sekitar kawasan irigasi. "Dari 4 bulan lalu sudah disuarakan dan pernah dibahas oleh Pemkot. Tapi apa, sampai detik ini, sudah mengering dan terancam gagal panen, belum juga ada reaksi nyata dari Pemkot," ujar pria yang membawahi sedikitnya 335 petani padi.
Bahkan, tambah Ujang, janji sebelumnya untuk pembongkaran bangunan yang sudah mengganggu aliran irigasi sekunder yang sudah ditandatangani pada 31 Maret 2011 oleh Asisten I Pemkot, DPRD Kota, Dinas PU, Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan, Bappeda Kota dan diikuti oleh Yayasan Lembak, KTNA Kota, KP2A dan Camat Singaran Pati serta Lurah Dusun Besar, diingkari. "Sekarang kami disuruh lagi ke PU, katanya sudah dilimpahkan kesana. Kapan lagi? Petani sudah tidak bisa menunggu waktu lagi, kalau ditunda terus. " ujar Ujang.
Malahan, sambung Ujang, dalam pertemuan di ruangan Asisten I kemarin (30/7), Asisten I Pemkot Drs. Ali Arifin justru berkilah kalau ini kebijakan Asisten sebelumnya (Jonny Simamora). Sehingga Ujang semakin menyangsikan akan segera direspon persoalan ini. "Kata Pak Ali, Dinas PU yang urus. Beliau tidak paham, silakan kami berkoordinasi lagi ke PU. Jadi seperti tidak ada penyelesaian saja," ujar Ujang.
Menanggapi ini, Asisten I Pemkot Drs. Ali Arifin berdalih Pemkot bersama dinas PU sudah turun lapangan langsung beberapa waktu lalu. Dinas PU pun sudah membuat gambar rancang bangun irigasi yang akan dibuatkan untuk pengganti persoalan kekeringan air yang melanda petani. "Gambarnya sudah dibuatkan PU, tinggal lagi tunggu PU saja," ujar Ali singkat.
Sekretaris Komisi III DPRD Kota Nuharman, SH yang juga berdialog dengan Ketua KP2A di DPRD Kota menilai penyelesaina masalah tersebut tidak lah membutuhkan waktu yang lama. Sebab, seluruh bangunan yang sudah mengganggu aliran air irigasi, tidak dibenarkan.  "Tidak perlu lagi surat menyurat, izin tidak ada, merugikan ratusan petani lagi. Bongkar saja, ratusan petani sawah disana lebih penting daripada surat menyurat. PU Harus selesaikan ini segera," ujar Nuharman.

Diawali 1991
Kondisi kekurangan air yang sudah melanda ratusan petani sawah ini, jelas Ujang, harusnya tidak akan pernah terjadi jika saja sumber pasokan air untuk DDTS tidak pernah diputus untuk pembuatan jalan dan pemukiman pada 1991. Selain mengandalkan curah hujan, DDTS juga tergantung dari pasokan air dari hulu air atau 'ulu tulung' (istilah lokal) yang terletak di Desa Taba Pasemah, Talang Empat. "Sekarang kan airnya sudah diputus untuk jalan dan rumah, alirannya dialihkan ke Air Bengkulu. Jadi Dendam tak lebih seperti kantong air saja yang menunggu curah hujan tinggi baru penuh," kata Ujang.
Jika sebelumnya beberapa tahun dulu petani tidak pernah khawatir untuk kekeringan sekalipun di musim kemarau, sekarang harus ketar-ketir untuk mencari air. Ditambah pula siklus kemarau semakin tidak stabil sehingga semakin mempersulit petani. "Seolah tidak ada irigasi teknis lagi, DDTS sekarang cuma mengandalkan hujan saja, maka kami pun juga begitulah kira-kira," ujar Ujang.
Selain itu, sambung Ujang, kondisinya semakin diperparah oleh beberapa bangunan yang sudah berdiri di sepanjang jalur lintas persawahan di sepanjang irigasi yang sudah dibangun. Sehingga semakin mempersulit petani untuk mendapatkan akses air untuk sawah. "Semuanya sudah kompleks dan semakin rumit saja," ujar Ujang.

Danau Dendam Menyusut Distimulasi Pemerintah
Sementara, Direktur Yayasan Lembak Usman Yassin membenarkan, pangkal mula masalah ini, adalah dari aktifitas proyek yang dicanangkan oleh Pemerintah. Pembangunan jalan di tahun 1991 menjadikan cagar alam ini menjadi terbelah dua, termasuk juga mengalihkan air hulu DDTS ke sungai Air Bengkulu. "Ini malapetaka besar bagi kita semua. Dan parahnya lagi justru Pemerintah yang menstimulasi semua bencana ini," ujar Yassin.
Efeknya, sambung Yassin, sudah bermunculan sekarang. Debit air di DDTS sudah mengalami penyusutan sedemikian rupa, ratusan hektar sawah menjadi kering dan kemudian selanjutnya tinggal lagi menunggu kegagalan panen bagi ratusan petani yang menganggantungkan hidup di sawah. "Mungkin saja tidak lama lagi kita akan ketemu dengan yang namanya rawan pangan di Kota Bengkulu," ujar Yassin.
Untuk itu, Yassin berharap Pemkot Bengkulu melalui Dinas PU dapat segera menindaklanjuti persoalan tersebut. "Mengawalinya dengan bongkar irigasi tadi, baru kemudian sebagai jangka panjangnya harus dipikirkan bagaimana menjaga debit air di DDTS. Mereka yang menanam, mereka juga yang menjawab persoalan ini," ujar Yassin. (jek)
Timbal Balik Bayar Pajak Air Tidak Ada
       PDAM Kota Bengkulu meminta agar Pemerintah Provinsi Bengkulu menertibkan perusahaan tambang. Selain tak pernah mendapatkan kompensasi apapun dari pencemaran air baku, PDAM juga menilai beban pajak penggunaan air dibayarkan ke Pemprov sedikitnya Rp 5 juta per bulan tidak memberikan kontribusi untuk mengantisipasi pencemaran air di sumber baku di hulu sungai Air Bengkulu.
"Dalam waktu dekat ini kami akan surati Pemprov agar segera menindaklanjuti persoalan pencemaran ini. Pencemaran ini sudah sangat mendesak, Pemprov harus segera ambil tindakan," kata Direktur Utama PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu Ichsan Ramli, SE, saat ditemui di DPRD kota usai menemui Ketua DPRD Kota Sawaludin Simbolon, S.Sos, Rabu (6/7).
Terkait kompensasi yang harusnya didapatkan, menurut Ichsan, PDAM tidak pernah mendapatkan apapun dari perusahaan yang telah mengakibatkan pencemaran di air baku yang dikelola oleh PDAM. Baik berupa penghutanan kembali hulu air, pembersihan sungai atau pun sampai ke pembayaran uang ganti rugi, PDAM belum pernah terima sedikit pun. Sementara di sisi lain, beban yang ditanggung PDAM setiap bulannya sudah mencapai ratusan juta, itu pun untuk menetralisir dan mengurangi kadar kekeruhan air baku yang dikelola.
"Belum pernah sedikit pun kami menerima kompensasi atau penggantian rugi dari perusahaan pencemar di hulu Air Bengkulu. Padahal beban operasional bulanan kami sudah sangat tinggi sekarang," sambung Ichsan.
Terkait pemanggilannya ke DPRD Kota, Ichsan mengatakan, membahas permohonan penambahan pipa dan mesin pompa pengolah tambahan untuk Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Nelas. "Cuma soal penambahan pipa dan mesin pompa air cadangan di IPAM Nelas saja, kami mohon dianggarkan untuk dana pendamping dari APBD. Tentang pencemaran tidak begitu dibahas kan bukan wewenang DPRD." ujar Ichsan.
Anggota Komisi III DPRD Kota Bengkulu Nuharman, SH mengatakan, DPRD belum bisa mengambil tindakan menyikapi persoalan pencemaran di air baku PDAM. Sebab, tembusan resmi BLH Provinsi tentang hasil penelitian tim terpadu belum diterima DPRD.
"Tercemar atau tidak kan belum ada tembusan resminya. Biarpun di sampaikan di konferensi pers, selama belum ada statement tertulisnya, belum ada tindakan yang bisa dilakukan," ujar Nuharman.
Nurman berharap, PDAM dapat melakukan penelitian sendiri terhadap air baku yang telah diproduksi. Jika memang terbukti sama dengan apa yang telah diteliti BLH Provinsi, PDAM harus menyampaikan hal tersebut ke Pemprov dan Pemkot agar dapat ditindaklanjuti.
"Jika BLH Provinsi teliti air bakunya, PDAM teliti air yang sudah diolahnya. Nanti kan ketahuan air bakunya yang bermasalah tapi ternyata air olahannya tidak, atau mungkin juga kedua-duanya kena cemar. Nanti baru ketahuan tindak lanjutnya kedepan," ujar Nuharman. (jek)

BBM Diselewengkan, Kepala Wira Depo Pertamina Dicopot
      Mencuatnya dugaan penyelewengan BBM bersubsidi di Provinsi Bengkulu disinyalir telah mengorbankan Dambha yang menjabat sebagai Kepala Wira Depo PT. Pertamina Pulau Baai Bengkulu. Dambha dicopot dari jabatan tersebut dan dipindahkan ke Lampung dengan jabatan yang sama.
Dihubungi pada pukul 17.00, Dambha mengatakan tidak bisa berkomentar banyak soal pencopotan tersebut. "Sudah di Lampung mas. Kalau mau tahu siapa pengganti saya, nanti segera dipublikasikan," kata Dambha, Rabu (6/7).
Namun Dambha membantah kepindahan dirinya terkiat mencuatnya dugaan penyelewengan BBM bersubsidi. " Ya pindah. Namanya juga sebagai bawahan. Lagipula, saya sudah lama meminta pindah dari sini (Bengkulu) dan baru sekarang terealisasikan," kata Dambha.
Sementara itu, jaminan PT. Pertamina Depo Bengkulu pasokan BBM lancar diragukan pengguna BBM. Antrean kendaraan di sejumlah SPBU masih memanjang hingga malam tadi, meskipun hujan deras turun. Sementara itu, dugaan ada penyeleweng atau penimbun BBM juga belum terbukti. Polda dan Polres belum menangkap satu orang pun pihak yang diduga menyelewengkan BBM.
Pemilik kendaraan mobil BD 1252 GZ Yono (42) yang berprofesi sebagai wiraswasta mengaku resah dan gelisah akibat kelangkaan BBM. Akibat antrean yang memakan waktu berjam-jam, dirinya tidak lagi bisa beraktivitas secara normal. "Usaha saya terpaksa saya tinggalkan. Kalau kondisinya tidak cepat diatasi, saya khawatir berdampak luas pada aspek lain," kata Yono ditemui saat mengantre BBM di SPBU Rawa Makmur.
Yono berharap pemerintah segara bertindak cepat mengatasi kelangkaan BBM dan PT. Pertamina transparan kepada masyarakat terkait kelangkaan atau keterlambatan pasokan BBM ke SPBU. Yono telah meragukan jaminan Pertamina bahwa pasokan BBM lancar. “Itu hanya bahasa halus Pertamina untuk mengelabui masyarakat agar tidak panik. Harusnya Pertamina katakan apa adanya saja dan dicarikan solusi. Kami tidak masalah pembelian BBM dibatasi, tapi harus lancar," kesal Yono.
Pemilik mobil pick up warna hitam BD 9028 MZ yang juga warga Jalan Siti Khadijah Andre (30) mengaku, dirinya sejak pukul 07.00 mengantre. Bahkan, lanjut dia, sebagaian pengantre sudah mengantre sejak pukul 02.00 dini hari. "Saya dengar ada yang antri sampai tengah malam," kata Andre.
Andre mengaku tidak mengetahui persis sehingga antrean memanjang. Hanya saja, informasi yang diperolehnya, pasokan BBM dari Pertamina ke SPBU mengalami keterlambatan. “Mudah-mudahan tidak lama lagi minyak masuk," harap Andre.
Pengamatan Radar Bengkulu, antrean BBM di setiap SPBU mengakibatkan arus lalu lintas terganggu. Seperti di SPBU Tanah Patah, jalan yang tadinya 2 lajur kini hanya bisa dilewati 1 lajur. Pada pukul 11.00, terhitung 75 unit mobil dan 60 unit motor mengantre. Pemilik kendaraan rela menunggu berjam-jam untuk mendapatkan jatah premium sebanyak 3 liter untuk motor dan 20 liter untuk mobil. Hingga pukul 17.00, antrean kendaraan terus terjadi dan jumlahnya tidak kalah berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Kondisi serupa terjadi di SPBU Simpang Bali, BBM belum masuk ke SPBU, antrean sudah berjejer tersusun. Sebanyak 89 motor dan 58 mobil mengantre. Berbagai macam cara yang dilakukan para pemilik kendaraan sambil menunggu BBM masuk, umumnya mereka mengumpul 4 orang hingga 6 orang sambil berbincang-bincang. Ada yang rela berada di dalam kendaraan mobil sambil menyandarkan badan ke jok mobil, ada yang sambil tiduran dengan mendengarkan musik dan ada pula yang tertidur lantaran keletihan.
Selain pemilik mobil, pemilik motor yang mengantre pun tidak kalah jauh berbeda melakukan hal yang tidak membosankan. Beberapa pemilik motor tetap berada di motornya masing-masing sambil bercengkrama satu sama lain. Ada yang berteduh di bawah pohon membaur dengan pemilik motor lainnya, duduk sendiri sambil menatap ke arah SPBU dengan berharap mobil pengantar BBM tiba.
Salah seorang pemilik motor Sudir (50) yang warga Jalan Bentiring mengatakan, dirinya sejak pukul 07.00 mengantre, namun hingga pukul 12.00 belum ada tanda-tanda mobil pengangkut BBM tiba di SPBU. “Apa penyebabnya? Saya tidak tahu," singkat Sudir.
Di SPBU Rawa Makmur tidak kalah berbeda. Ratusan motor sudah mengantre dari depan SPBU sampai berada persis di depan Ruko Sekretariat Selamet Grup. Satu ruas lajur jalan sudah penuh terisi motor tersusun menjadi 4 baris memanjang ke belakang. Pada pukul 12.13, sudah 351 unit motor mengantre dan pemilik motor membiarkan motornya diparkir dan memilih berteduh di depan-depan ruko. Beberapa petugas SPBU berseragam lengan panjang menggunakan topi mondar mandir mengatur barisan motor lain yang hendak mengantre.
Pukul 12.30, tepat di depan gerbang Unib Belakang kendaraan mobil sudah berjejer sampai ke SPBU, terhitung sekitar 259 unit mobil yang mengantre. Ironisnya lagi, biasanya angkot warna hijau B2 dan B1 lalu lalang baik dari arah Unib ke Pusat kota dan sebaliknya, kemarin terlihat lengang. Sebagian besar angkot hijau, kendaraan pribadi, dan angkutan truk sudah memenuhi barisan yang telah mereka atur sendiri.
Antrean di SPBU Jalan P Natadirja jauh lebih panjang. Antrean motor membentuk dua lajur, sedangkan antrean mobil dengan satu lajur hingga ke simpang 4 Panorama. Pemilik toko atau rumah yang merasa terganggu antrean pun memasang tanda berupa pohon, kursi dan lainnya untuk memberitahukan agar jalan menuju ke rumah, toko atau kantor agar tidak ditempati sebagai lokasi parkir untuk mengantre.
Bagaimana dengan pengecer? Pengamatan Radar Bengkulu, pengecer di hampir semua ruas jalan tidak menjual lagi eceran BBM. Menurut seorang pengecer yang enggan disebutkan namanya, kosongnya stok BBM karena dibeli pemilik kendaraan dan sudah mengalami kesulitan untuk mendapatkan BBM. “Biasa lah, pengawasan yang dilakukan di SPBU kan hanya hangat-hangat tahi ayam,” katanya.

Pertamina Lapor ke Polres
Terpisah, Kapolres Bengkulu AKBP H. Joko Suprayitno, SST, MK mengatakan, belum mendapatkan laporan mengenai dugaan ada penyeleweng atau penimbun BBM. Joko menyarankan agar Pertamina melapor apabila ada oknum tertentu yang sengaja berulang kali melakukan antrean minyak.
“Persoalan ini, bukan hanya terjadi di Bengkulu saja, melainkan di seluruh Indonesia. Pihak kepolisian bukannya tak melakukan upaya-upaya dalam mencari jalan keluar permasalahan ini. Buktinya, kami sudah meminta data dan menyurati Pertamina. Kami pun sudah mengundang seluruh pengelola SPBU yang isinya untuk mengikuti surat edaran Walikota yaitu untuk sepeda motor 3 liter dan mobil 20 liter. Apabila diketahui ada kendaraan yang berulang kali mengisi minyak untuk tidak dilayani dan bila perlu dicatat nomor pelat kendaraannya dan laporkan ke kami,” kata Joko.
Joko mengaku telah menyebarkan anggota untuk melakukan pengamanan di lokasi SPBU. Bahkan, dia telah memerintahkan SPBU untuk memperkerjakan satpam “Tanpa diminta pun, kami telah melakukan pengamanan di seputaran SPBU, anggota dari jajaran Intel, lantas dan Sabhara Polres serta Polsek telah ditugaskan di masing-masing SPBU. Tugas mereka juga mengambil laporan rutinitas di SPBU tersebut,” kata Joko. (cw21/lay)
Peminat Merajut Nusantara Masih Nihil?
Pejabat Dimintai Sumbang Bendera
        Dua minggu menjelang pelaksanaan kegiatan Merajut Nusantara, belum diketahui jumlah pendaftarnya. Sekretaris Panitia Pelaksana yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bengkulu Dr. Fitriani AP, M. Si saat ditemui mengaku belum mengetahuinya. “Saya belum tahu, tanya saja dengan Ketua Panitia,” kata Fitriani.
Sementara, Ketua Panitia Pelaksana yang juga staf Ahli Walikota Dani Hamdani M. Pd belum bisa dimintai keterangan. Dihubungi ponselnya, istrinya Sefty Yuslinah yang mengangkat ponsel. Menurut Sefty, Dani sedang melayani tamu. “Nanti akan disampaikan kepada Bapak. Pokoknya, nanti dikabari,” kata Sefty.

Realistis Saja 
Terpisah, Wakil Ketua I DPRD Kota Bengkulu Ir. Patriana Sosialinda mengkhawatirkan kebijakan Pemda meminta sumbangan bendera dari para pejabat akan memicu penyelewengan anggaran di masing-masing SKPD.
"Sumbang Rp. 50 ribu saja kadang orang berat, ini SKPD harus sumbang ratusan bendera bahkan untuk yang eselonnya lebih tinggi kabarnya lebih besar lagi sumbangan benderanya. Darimana uangnya? kantong pribadi? kami pikir berat itu," kata Patriana didampingi Anggota DPRD Kota Sandy Bernando, ST dan Suimi Fales, SH.
Patriana mengaku bukan bermaksud tidak mendukung atau tidak mau menyukseskan kegiatan merajut nusantara. Hanya saja, dewan coba mengajak untuk berfikir secara realistis saja. "Bukan apa-apa, realistis saja. Kegiatan tersebut memerlukan uang yang tidak sedikit, sedangkan kondisi keuangan daerah sedang kurang bagus. Jangan memaksakan,” kata Patriana.
Terpisah, Sekda Kota Bengkulu Drs. Rusli Zaiwin, MM mengatakan, sifat sumbangan tersebut tidak mengikat dan memaksa dan semua tergantung dengan kemampuan SKPD masing-masing. "Betul, memang sudah kami sampaikan di gedung C beberapa waktu lalu, bahwa seluruh SKPD diharapkan dapat menyumbang bendera. Tapi sifatnya tidak mengikat dan memaksa, tergantung kemampuan SKPD nya lah. Yang jelas jangan sampai terjadi potong anggaran," ujar Rusli.

Kontribusi Peserta Rp 4,12 Juta/Orang
Sebagaimana dicantumkan dalam formulir registrasi, calon peserta Merajut Nusantara dibebankan biaya kontribusi bervariasi tergantung fasilitas yang didapatkan. Untuk kontribusi peserta sudah termasuk hotel senilai Rp 2. 875.000 per orang, tanpa hotel Rp 1.765.000 dan bila membawa ajudan/pendamping harus membayar kontribusi tambahan senilai Rp 1.245.000 perorang.
Rusli menjelaskan, bentuk kontribusi bukan bermaksud untuk membebankan peserta, tapi mengingat merajut nusantara merupakan kegiatan bersama dan tidak mengunakan dana APBD Kota. "Ini kan kontribusi bersama, jadi semua orang untuk mensukseskan kegiatan ini harus saling berkontribusi, begitupun dengan peserta. Saya pikir untuk sebuah nilai nasionalisme kebangsaan, angka demikian tidak memberatkan," kata Rusli.
Rusli berharap semua pihak bisa menyukseskan dan mendukung kegiatan ini, mulai dari seluruh elemen masyarakat terkecil, RT, RW, Lurah, Camat, SKPD, dan sebagainya. "Kami sangat berharap besar seluruh pihak dapat mendukung dan mensukseskan kegiatan ini. Kegiatan ini kegiatan besar, selain dapat menjadikan kota Bengkulu akan semakin terkenal, kegiatan ini juga menjadi dasar semangat patriotisme dan nasionalisme seluruh anak bangsa," ujar Rusli yang ditemui berdialog dengan seluruh pemilik tower telekomunikasi se kota Bengkulu di ruang Walikota terkait Merajut Nusantara, Selasa (5/7). (jek)
PDAM Tolak Penuhi Permintaan Walikota
       PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu memastikan tidak akan memenuhi
permintaan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kanedi, SH, MH agar mengeluarkan surat edaran untuk pelarangan konsumsi. Selain khawatir akan memicu protes dari warga, tindakan alternatifnya juga belum ada. "Sangat tidak mungkin kalau dilarang, mati sehari saja sudah banyak yang mengamuk ke PDAM. Belum lagi ganti kekosongan airnya nanti apa? Karena itu sampai hari ini edarannya tidak bisa kami terbitkan," ujar Direktur PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu Ichsan Ramli. SE, Senin (4/7).
Ichsan mengatakan, pihaknya masih menunggu fatwa yang kabarnya akan diterbitkan MUI Provinsi untuk mengharamkan pelaku pencemaran air. Sebagaimana pernah dilakukan oleh PDAM di Surabaya Jawa Timur, pihaknya sangat berharap MUI bisa menerbitkan fatwa haram tersebut. "Kami masih tunggu fatwa haram MUI untuk pelaku pencemaran tadi, cuma sayangnya sampai hari ini belum ada kabarnya," ujar Ichsan.
Ichsan mengatakan, polemik pencemaran air baku PDAM sudah saatnya dihentikan. Karena itu, dia meminta agar Pemerintah Provinsi dan Kota Bengkulu merespon usulan mengganti sumber air baku baru. Selain melindungi pelanggan 26.000 pelanggan PDAM dari efek pencemaran batu bara, penggantian sumber air baku diperlukan untuk menekan biaya operasional PDAM untuk mengatasi kekeruhan.
"Harus diakui, air baku di sungai Bengkulu sudah sangat tidak memungkinkan lagi untuk dibilang air baku yang ideal. Tanggungan kami untuk sekedar beli tawas, rata-rata setiap bulannya bisa mencapai Rp 60 juta per bulan, bahkan terkadang lebih tergantung dari kadar kekeruhan untuk di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Surabaya. Padahal kalau dihitung-hitung tanpa ada pencemaran kami bisa menghemat Rp 40 juta perbulannya," ujar Ichsan.
Sementara untuk pembelian tawas untuk mengolah air baku dari Air Sungai Nelas, Ichsan mengatakan dibutuhkan sedikitnya Rp 40  juta perbulan. Ichsan mengkhawatirkan, biaya pembelian tawas itu pun akan mengalami kenaikan. "Sebab, Nelas sekarang kualitas airnya juga sudah sedikit terganggu. Bisa jadi biaya tawasnya juga akan sama besar atau mungkin lebih dari biaya tawas untuk di IPAM Surabaya," ujar Ichsan.
Ichsan melanjutkan, air baku PDAM di IPAM Surabaya yang mengandalkan Air Sungai Bengkulu harus diganti dan segera dibangun IPAM baru. Area yang direkomendasi dan telah diajukan PDAM Kota yaitu Desa Susup, Pagar Jati, Bengkulu Tengah. Kuantitas dan kualitas air yang tersedia di Desa Susup dianggap memadai, bahkan bisa memenuhi kebutuhan air minum untuk di Benteng dan Kota Bengkulu.
"Pengajuannya sudah kami masukkan dan syukur sudah direspon Kementerian PU. Tinggal lagi koordinasi lanjutan dari Pemprov dan Pemkot untuk menindaklanjutinya. Soalnya dana awal untuk DED harus disediakan dulu oleh Pemprov atau Pemkot," kata Ichsan.

PDAM Berencana Setor PAD Ke Pemkot
Setelah terhenti hampir 13 tahun sejak 1998 akibat penormalan sistem pipanisasi dan penambahan jaringan baru PDAM, PDAM Kota baru kembali berinisiatif kembali rutin menyetorkan laba perusahaan ke Pemkot Bengkulu. Dalam Keputusan Direktur PDAM No. 30 Tahun 2011 tentang besaran setoran PAD ke Pemkot Bengkulu tersebut, dirancang setoran diberikan sebesar Rp 1.000 perpelanggan atau setara Rp 26 juta perbulan sesuai jumlah pelanggan aktif PDAM.
"Sudah kami susun rencananya, sementara masih Rp 1.000 perpelanggan. Jadi kalau dikalikan dengan 26.000 pelanggan aktif kami, sekitar Rp. 26 juta akan dimasukkan sebagai PAD Kota," ujar Ichsan.
Ditambahkan Ichsan, setoran PAD tersebut terpisah dengan pajak air yang selama ini dibebankan kepada PDAM Kota dari Pemkot. "Pajak air kan Rp 100 perkubiknya atau cuma Rp 5 juta perbulan kami setor. Yang Rp 26 juta tadi mirip dengan pembagian laba lah, tapi ini kan jadi PAD kota nanti namanya," kata Ichsan.

Pemkot Bentuk Forum Komunikasi Pelanggan
Terpisah, Asisten II Pemkot Bengkulu Ir. Efferedi Dameri yang juga selaku Badan Pengawas PDAM Kota ditemui usai berdialog dengan Direktur PDAM Kota Ichsan Ramli, SE di PDAM Kota, mengakui kerugian yang mendera tubuh PDAM. Biaya operasional yang dikeluarkan PDAM akibat pencemaran tersebut semakin bertambah.
"Jelas merugi, biaya operasional PDAM juga semakin besar, puluhan juta harus dikeluarkan untuk beli tawas. Apakah PDAM harus menuntut atau mensomasinya juga tidak bisa sembarangan. Yang pasti kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menindaklanjuti masalah ini di tataran Provinsi sampai ketemu jalan keluarnya," ujar Efferedi.
Dalam waktu dekat ini, sambung Efferedi, akan diadakan agenda pembahasan bersama seluruh Badan Pengawas PDAM, IPAM Air Nelas dan Surabaya serta pihak PDAM Kota untuk menindak lanjuti masalah pencemaran. "Sekarang juga sedang dibuat Forum Komunikasi untuk pelanggan, sehingga apa yang dikeluhkan oleh pelanggan dapat tersalurkan dalam forum ini. Begitupun dengan reaksi berikutnya, PDAM dan Pemkot akan dapat lebih cepat menyikapi kondisinya nanti," tambah Efferedi. (jek)

Mantan Manajer Jadi Pebisnis Ice Cream Terbesar
Modal Untuk Tes CPNS Jadi Modal Awal Usaha 

Keputusan Asrar Septarudin, SE yang sebelumnya menjabat manajer perusahaan retail buku tertua di Indonesia, PT. Toko Gunung Agung, Tbk menjadi penjaja ice cream keliling, tergolong keputusan besar. Setelah berproses selama sejak 2006, dia berhasil menjadi pemilik ice cream pertama dan terbesar di Bengkulu.
"Ada yang tidak bisa dibayarkan dengan uang. Mumpung umur masih muda, kalau mau belajar usaha selagi nafas, tenaga, dan kekuatan masih ada serta kemampuan untuk berpikir jenih tetap ada, peluang usaha itu banyak. Kalaupun jatuh nanti, tenaga untuk bangkit juga masih ada. Jadi, apa yang mau Anda lakukan ya kerjakan saja, jangan pedulikan apa kata orang," kata Asrar, Minggu (8/5).

Harry Siswoyo, Bengkulu 

Pria kelahiran 1976 yang juga akrab dipanggil Dang atau Buyung di lingkungan tempat tinggalnya ini, meraih sukses sebagai pemasok ice cream di Mega Mall dan Bengkulu Indah Mall, pesta-pesta pernikahan dan bahkan setiap event open house yang diselenggarakan oleh Gubernur atau Walikota dan Bupati. Asrar mampu meraih omzet puluhan juta rupiah, bahkan untuk setiap minggunya sedikitnya 14 freezer untuk wadah cup ice cream kerap dipakai untuk mengisi pesta pernikahan. "Kalau order lagi banyak atau lagi musim kawinnya, terkadang saya harus pinjam lagi freezer. Nggak cukup kalau cuma 14 buah," ujar Asrar sambil bergurau.
Diceritakan pria lulusan STIE YPKP Bandung, Jawa Barat ini, pasca kelulusannya pada 1998, Asrar langsung diterima bekerja di PT. Toko Gunung Agung, Tbk. Memulai dari karyawan training rendahan di Bandung hingga dengan 2004 karena prestasi dan dedikasinya Asrar dipromosikan untuk menjadi Head Of Merchandise Office Supply. Kemudian Asrar ditarik ke Jakarta untuk menduduki posisi manager yang membawahi 27 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Asrar harus bolak balik ke Bandung karena dua orang anak dan istrinya masih tinggal di Bandung. Akhirnya Asrar memberanikan diri untuk memohon kepada pimpinannya untuk minta dikembalikan ke Bandung agar dapat lebih dekat dengan keluarganya. Pucuk pimpinan PT. Toko Gunung Agung, Tbk merestui. Namun, Asrar harus turun grade. Posisi manajer tidak lagi dipegangnya karena dia harus kembali lagi ke cabang di Jawa Barat.
"9 bulan saya jadi manajer Head Of Merchandise Office Supply di pusat (Jakarta). Tepat 30 tahun usia saya akhirnya saya mengajukan diri untuk resign (berhenti), dengan izin ortu dan istri, saya putuskan untuk tidak lagi jadi manajer, dan bahkan lucunya saat itu saya belum ada rencana untuk jadi apa selanjutnya nanti," kenang Asrar
Pasca berhentinya Asrar jadi manajer, sepulang kedua orang tuanya dari tanah suci, ayahnya bercerita tentang ice cream di tanah suci, banyak sekali yang menjual dan rasanya sangat nikmat. Senada dengan yang dipikirkan Asrar selama ini karena kebetulan di Bandung memang banyak yang menjajakan ice cream sehingga pernah terbersit di hati Asrar untuk mencoba berjualan ice cream tersebut
"Awal 2006 itu kan penerimaan CPNS. Sempat juga saya berdebat dengan orang tua karena pada saat itu uang untuk persiapan masuk CPNS saya punya dari tabungan. Walhasil, setelah perdebatan, saya putuskan dengan dukungan istri, Rp 50 juta simpanan saya itu akhirnya dijadikan modal untuk jualan ice cream," ujar Asrar bersemangat.
Berbekal Rp 50 juta, Asrar membeli peralatan dan perlengkapan ice cream seperti motor roda tiga, mesin ice cream, genset dan lainnya. Asrar nekat pulang ke Bengkulu dengan meninggalkan kedua orang anaknya dan istri tercinta di Bandung. "Saya berjanji kepada istri, kalau nanti saya tidak berhasil secepatnya saya akan kembali ke Bandung. Tapi kalau berhasil, secepatnya juga saya akan membawa serta anak dan istri ke Bengkulu, kami akan pindah dan menetap di Bengkulu." ujar pria yang juga merupakan sepupu dekat dari Mahyudin Sobri ini.
Merangkak dari orang yang biasanya bergaji bulanan dan bekerja di ruang AC, Asrar menapaki jalur barunya dengan berdagang ice cream keliling di Bengkulu. Nama ZaQi ice cream diambil dari nama dua orang anaknya, Zahrah dan Rizqi. Dari pagi hingga magrib, Asrar berkeliling dari pusat perbelanjaan, pasar, sekolah hingga pusat wisata Pantai Panjang. "Dulu selain promosi dengan berkeliling, saya suka kasih ice cream gratis untuk anak kecil. Jadi biar mereka juga yang bantu promosinya," kenang Asrar sambil tersenyum.

Selama 2 bulan berkeliling jualan sendiri dan melihat animo masyarakat Bengkulu cukup tinggi, dia pun memperkerjakan 1 orang karyawan tambahan. "Saya yakin sekali usaha ini akan besar, akhir Juli anak dan istri saya boyong ke Bengkulu. Kemudian Agustus, saya nekat juga untuk membeli 1 mesin ice cream lagi, karena karyawan saya tadi sudah bisa dilepas bekerja sendiri," beber Asrar.
Sampai dengan saat ini, Asrar sudah memiliki 5 mesin ice cream, 14 buah freezer kecil, 3 buah freezer besar (untuk stok), 2 unit motor roda tiga, 1 unit mobil ice cream keliling dan dua counter resmi ZaQi ice cream di Mega Mall dan Bengkulu Indah Mall. Karyawan yang sudah diperkerjakan Asrar sudah mencapai 14 orang untuk di mall dan 3 orang sebagai penjaja keliling yang menggunakan mobil. "Sebulannya biaya yang harus saya keluarkan bisa mencapai Rp 40 juta untuk operasional," ujar Asrar.
Pria yang juga menjual Royal creepes di Mega Mall dan BIM ini juga mengaku sempat mengalami kerugian. "Tahun 2008 saya pernah rugi Rp. 10 juta, 2009 Rp. 20 juta dan tahun lalu (2010) lebih besar lagi. Tapi saya tetap yakin dan optimis, selama kita jujur dan giat pasti akan terlewati, rugi itu sudah bagian dari bisnis," tandas Asrar.
Asrar berencana akan membuat semacam ice cream resto. Sebab, banyak orang yang berkunjung ke rumahnya untuk mencari ice cream, justru tidak ada. Orang harus ke Mega Mall dan BIM kalau mau cari ice cream. "Kan lucu, di rumah tukang ice cream nggak ada ice creamnya. Jadi, konsep dan rencananya sedang saya buat sekarang, Insya Allah, nanti di depan rumah mau saya buatkan tempat orang istirahat dan berbelanja ice cream," harap Asrar. (jek)
Djumarin, Sang Penghalau Hujan

      Percaya atau tidak, mitos orang-orang yang bisa menghalau hujan atau 

memindahkan awan, pengendali cuaca, dukun siwer atau entah apalagi istilahnya, jelas bukan 

barang baru di negara kita. Bahkan tak jarang, khususnya untuk acara-acara besar mereka 

diundang. Mulai dari masyarakat biasa sampai dengan pejabat tinggi negeri ini pernah 

berhubungan dengan para penghalau hujan ini.  Bahkan konon kabarnya, Cina waktu 

penyelenggaraan olimpiade Beijing (2008) juga sibuk mengantisipasi hujan, isunya mereka 

menyiapkan tiga teknologi mutakhir untuk menghindari hujan. Pertama, berupa meriam penangkis 

udara yang berisi garam iodium untuk mengikat butiran air di awan. Keduanya, dengan 

menyediakan peluncur roket jika upaya pertama gagal dilakukan, dan yang ketiga dengan 

menggunakan pesawat ringan untuk menebarkan katalis pada awan hitam. Dan terbukti, dengan 

upaya pertama saja mendung berhasil disingkirkan dan olimpiade berlangsung tanpa hujan.
Teknologi mahal ini, untuk ukuran Indonesia rupanya cukup digantikan dengan para penghalau 

hujan atau yang akrab di telinga kita dengan sebutan Pawang hujan ini. Konon katanya hanya 

orang-orang tertentu yang bisa memilikinya atau memang sudah keturunan dari sononya. 

Terlepas dari isu praktik klenik atau bukan, pelaku pawang hujan hidup dan hadir 

ditengah-tengah masyarakat kita.
Seperti disampaikan Djumarin (51), pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, mengaku sudah selama 

seperempat abad berprofesi sebagai pawang hujan di Bengkulu. Keahlian yang diyakininya 

diturunkan oleh nenek moyangnya, Djumarin lumayan tersohor diantara para pawang hujan 

lainnya yang ada di Bengkulu. Djumarin kerap diundang ke Lampung, Jambi dan beberapa 

penyelenggara event besar untuk, seperti Konser Djarum di Bengkulu, launching perdana XL, 

pembukaan festival tabot, bahkan sampai untuk acara kawinan, kredibilitas Djumarin 

menaklukkan hujan sampai hari ini masih dipercaya masyarakat. 
"Udah banyak yang minta dibantuin biar acaranya nggak batal karena hujan. Saya saja sudah 

hampir hampir lupa kapan saja waktunya. Kalau Jambi dan Lampung udah sering saya 

diikutsertakan sama pejabatnya," ujar Djumarin dengan logat Jawanya yang kental.
Keahliannya menghalau hujan ini, cerita Djumarin, sudah dimilikinya semenjak usia 17 tahun. 

Didapatkannya melalui mimpi (wangsit), Djumarin muda akhirnya mendadak bisa menghafal dan 

membacakan seluruh doa dan jampi untuk menghalau hujan atau mengobati orang sakit. Namun 

demikian lanjut Djumarin, dirinya tidak langsung berpongah diri, untuk lebih memperdalamnya 

Djumarin juga tetap belajar dengan guru atau yang dituakan dan dianggap memiliki kemampuan 

yang sama. Delapan tahun Djumarin memperdalam keahliannya, dan delapan tahun juga Djumarin 

belum berani menunjukkan kemampuannya. "Yang tua-tua kan banyak, nggak mungkinlah saya yang 

masih muda sudah berani bilang bisa usir hujan. Saya tetap belajar kok, guru saya banyak ada 

11 orang, tapi sayang semuanya sudah wafat. Umur 25 saya baru berani mempraktikkan ilmu 

saya," kenang Djumarin.
Dalam prosesi ritual pengusir hujannya, diceritakan Djumarin, hanya membutuhkan waktu kurang 

lebih 1 jam melakukannya. Seluruh kelengkapan dan peralatan ritual seperti, bunga Kantil 3 

biji, bunga mawar merah dan putih masing-masing 3 kuntum, kenanga 9 tangkai, kemenyan arab, 

Rokok Gudang Garam Merah 1 bungkus, Telur ayam kampung 3 butir, alat makan sirih 1 set 

lengkap, nasi bulat (golong, Jawa. Red) 7 buah, nasi tumpeng ayam bakar 1 porsi dan 1 posri 

lagi pakai urap, nasi rosul (nasi gemuk) berlauk ayam Ingkung 1 porsi, minyak Fanbo Gloria 5 

1 buah, dan 2 helai janur kelapa muda, harus disiapkan oleh pemohon atau yang punya hajatan, 

kecuali pemohon memiliki keterbatasan waktu, Djumarin bersedia menyiapkan semua kelengkapan 

ritual tersebut dengan beban biaya ditanggung oleh pemohon. "Kalau nggak lengkap 

perlengkapannya, kemungkinan terkabul kecil. Saya ini cuma memfasilitasi doa dan berpamit 

kepada penguasa awan, angin, air dan tanah, semua keputusan tetap atas persetujuan yang di 

atas (Allah S.W.T)," ujar Djumarin
Setelah semua ritual siap, lanjut Djumarin, doa ritual baru bisa dilaksanakan. Biasanya 

Djumarin memilih tempat yang jauh dari keramaian (tempat acara), bisa di kamar, dalam mobil 

atau mungkin juga di lapangan khusus. Pemilik acara hajatan juga harus ikut atau hadir saat 

Djumarin melakukan ritualnya. Diyakini Djumarin, untuk menunjukkan kepada yang di atas, 

bahwa mereka sebetulnya yang memohon izin untuk memindahkan hujan. Djumarin hanya sebagai 

mediatornya saja. 
"Orang rumahnya harus ikut juga dengan saya. Jadi, kalau nggak ada kamar atau tempat khusus, 

biasanya dalam mobil, seperti konser musik di Ketahun dulu, saya harus duduk di dalamnya," 

terang Djumarin.
Jauh sebelum prosesi ritual pemindahan hujan, ditambahkan Djumarin, umumnya para 

penyelenggara kegiatan atau hajatan harus memberitahukan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum 

pelaksanaan, agar Djumarin dapat mempersiapkan diri. Diceritakan Djumarin, dirinya harus 

suci dari segala macam kotoran, dan rutin untuk melakukan wiridan.
 "Bercampur dengan istri pun tidak bisa, biar doa yang saya panjatkan lebih mujarab," ujar 

Djumarin.
Untuk tarif, ditambahkan Djumarin, tidak pernah dirinya memasang tarif khusus, semuanya 

tergantung keikhlasan dari pemilik hajatan. Umumnya, lanjut Djumarin, sekali diundang untuk 

menolak hujan, dirinya dibayar Rp 2,5 juta per hari atau Rp 6 juta untuk 1 minggu. "Kalau 

kawinan, biasanya orang cuma kasih uang saku, kadang ada yang kasih Rp 250 ribu. Yang pasti 

saya tidak ada tarif khusus kok," ujar Djumarin.
//Tidak Boleh Menanam Karena Selalu Mati, Pernah Jadi Penggali Sumur,
Pria yang sempat menamatkan sekolahnya di Pendidikan Guru Agama Darul Ulum, Banyuwangi pada 

tahun 1982 ini, sebelum memutuskan untuk hijrah ke Bengkulu pada tahun 1993, diceritakan 

Djumarin, waktu informasi kelulusan, Djumarin sempat ditakut-takuti tidak lulus dan harus 

mengulang kembali tahun depan. Djumarin muda yang masih dipenuhi gelora muda ini akhirnya 

mengambil jalan pintas, dengan mengancam dan memukuli salah seorang gurunya, walhasil 

Djumarin lulus namun tidak berijazah. "Kalau surat tanda tamatnya ada saya, tapi ijazahnya 

ditahan. Ya itu tadi, karena saya pukuli gurunya, karena menakut-nakuti saya," ujar Djuamrin 

polos
Pasca kelulusannya, Djumarin nekat merantau ke Lampung, dan untuk memenuhi kebutuhan 

hidupnya, lanjut Djumarin, dirinya akhirnya melamar sebagai tenaga guru di salah satu 

Sekolah Dasar yang ada di dusun Sri Meranti (Lampung), Djumarin lolos, namun sayang karena 

tidak punya uang Rp. 1,5 juta, akhirnya dirinya batal jadi guru, dan kemudian memutuskan 

diri bekerja sebagai petugas pencatat nikah di Lampung, "4 tahun saya jadi pencatat nikah. 

Mau jadi guru, uang nggak ada, waktu itu sekitar tahun 82 an lah," kenang Djumarin

Setelah meminang Siti Sukantitiwi, gadis asal Ponorogo yang tinggal di Lampung. Sekitar 

tahun 89', tambah Djumarin, akhirnya memboyong istrinya untuk pindah ke Bengkulu, di desa 

Talang Sali, Bengkulu selatan waktu itu. "Cari kerja susah, buka ladang gagal terus. 

Akhirnya saya sama istri 10 tahun jadi tukang gali sumur, kira-kira anak pertama saya kelas 

4 SD baru saya berhenti dan kemudian menetap di Bentiring," kenang Djumarin

Anehnya, kendati sampai dengan saat ini, pria 3 orang anak ini sudah memiliki rumah sendiri, 

sawah dan kebun sawit, anak pertamanya bahkan sekarang masih duduk di semester III, PGSD 

Unib. Djumarin tidak pernah bisa bercocok tanam, menurut Djumarin, tangannya kalau memegang 

tanaman pasti tidak akan hidup, "Kurang tahu saya apakah ini tuah atau pantangan untuk saya, 

tapi yang jelas setiap mau tanam apa saja, seperti cabe, besoknya pasti mati," ujar Djumarin

Anak ke sepuluh dari 14 bersaudara ini menuturkan, kedepan anak perempuan pertamanya (Siti 

Fatimah), dapat segera menamatkan kuliahnya untuk kemudian bekerja di perusahaan besar, 

untuk dapat membantu ibu dan kedua adiknya, "Saya pengen Ia jadi orang besar, rumahnya sudah 

saya belikan di Lampung. Kalau sekarang ditunggu oleh mertua, untuk bekal Siti besok," ujar 

pria yang tinggal di jalan pondok bulat, Bentiring ini (jek)

Bangunan di Sawah 
Dusun Besar Ada IMB

Kata Kadis 
Tata Kota Ilegal 

RBI, BENGKULU - Kepala Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan, Ir. Sahlan Sirad memastikan tidak pernah menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di sawah sepanjang jalan dari Danau Dendam hingga Markas Brimob. Kalaupun ada, itu IMB dipastikan ilegal atau palsu. Sebab sudah menjadi ketentuan Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan untuk tidak menerbitkan atau menunda pengajuan IMB di lokasi tersebut.
"Sekali lagi saya katakan tidak ada IMB itu, kalaupun ada itu mungkin saja palsu atau ilegal," tegas Sahlan Sirad.
Terkait penertiban bangunan yang diduga melakukan praktik alih fungsi lahan, Sahlan menegaskan, hal tersebut adalah sepenuhnya tanggung jawab Dinas Pertanian dan Dinas PU. Sebab berdasarkan komitmen, seharusnya penertiban dilaksanakan 14 hari setelah hearing dilakukan. Sahlan menilai realisasi oleh dewan dan dinas terkait terlalu lamban.
"Tanyakan saja kepada dewan dan dinas yang lain. Kenapa belum dilakukan penertiban. Kita Dinas Tata Kota sudah melakukan tugasnya untuk tidak menerbitkan IMB baru lagi," tukas Sahlan.
Informasi yang berkembang, kuat dugaan sebagian pemilik bangunan yang berada di kawasan CADB dan sekarang sudah mulai memagari bangunannya dengan tembok permanen adalah orang kuat. Bahkan ada yang merupakan pegawai dari Pemkot Bengkulu sendiri. Sehingga berat kemungkinan untuk ditertibkan.
Seperti disampaikan Kadi, salah seorang pemilik ruko di kawasan Dusun Besar, ia heran mengapa rukonya diusik. Padahal ia punya IMB. "Saya memang punya bangunan di sana, dan punya IMB. Kenapa yang lahan saya terus yang diusik, kenapa bukan yang lain seperti yang pegawai pemkot itu, atau yang kepala dealer terbesar di Bengkulu itu. Jangan saya terus," ujar Kadi.
IMB Kadi di areal tersebut, lanjut Kadi, dibuatnya pada tahun 2010. IMB tersebut kini sedang dijaminkan di bank. "Maaf, IMB saya sedang disekolahkan di Bank, jadi belum bisa bantu. Tapi yang jelas saya ada kok, tidak mungkin saya akan buat ruko di sana, kalau tidak ada IMB," tegas Kadi.
Sementara itu, Marjoyo (51) salah seorang pemilik rumah makan 'Pondok Giya' yang juga merupakan area yang dianggap termasuk areal persawahan, menilai bahwa tidak sepantasnya Kadis Tata Kota dan Pengawas Bangunan menyatakan IMB yang dimiliki oleh warga adalah palsu atau ilegal.
"Selidiki dulu darimana asal IMB itu keluar. Mungkin saja terbitnya sebelum Sahlan yang pegang kepala dinasnya," ujar pria yang juga Pembantu Ketua II STIA Bengkulu ini. (jek)

Ada IMB Baru di CADB Bisa Dipidana
       Jika ada masyarakat yang mengaku memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di areal persawahan di sekitar Cagar Alam Dusun Besar (CADB) Danau Dendam Tak Sudah, bisa dipidana. Selain sudah melecehkan hasil kesepakatan antara Pemkot Bengkulu dan warga, pemilik IMB bisa diproses hukum karena sudah melanggar aturan.
"Tidak ada penambahan atau penerbitan IMB baru di CADB. Pengajuan IMB yang lama saja masih ditunda. Ini kan sudah kesepakatan hearing lalu, kalau masih ada yang menerbitkan atau terbukti memiliki IMB baru, secepatnya akan kami proses, kami akan segera awasi ini," kata Anggota Komisi II DPRD Kota Bengkulu, Sandi Bernando, ST, Rabu (11/5).
Memang, lanjut Sandi, pembahasan penyelesaian masalah pengalihfungsian lahan di CADB belum tuntas. Dikarenakan, penyelesaiannya harus melibatkan Dinas Tata Kota dan Pengawasan Bangunan, Dinas Pertanian dan Peternakan Kota dan Dinas PU Kota. Untuk tahap awal, difokuskan terhadap bangunan yang mengganggu aliran air irigasi.
"Untuk itu, bangunan yang merusak atau menutupi saluran irigasi harus dibongkar atau dipindahkan. Sebagai penanggungjawab pelaksanaannya dilimpahkan lah kepada Dinas PU," jelas Sandi.
Sementara Dinas Pertanian dan Peternakan diberi tanggungjawab untuk melakukan pengawasan. Dinas Pertanian dan Peternakan telah memasang tanda-tanda peringatan di sepanjang areal persawahan. Sedangkan untuk Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan diinstruksikan untuk menunda penertiban IMB baru.
Sandi menambahkan, sesuai pengaduan Kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Irigasi di DPRD Kota beberapa waktu lalu, hajat hidup orang banyak sangat tergantung dengan kelancaran aliran air irigasi tersebut. Sebab, air irigasi tersebut dibutuhkan untuk pengairan ratusan hektar sawah.
"Jangan sampai ada yang merugikan yang lain lah. Kasihan petani yang sekarang sedang dalam musim tanam. Jadi, kalau memang ada rekan atau warga yang melihat atau mempunyai bukti ada yang memiliki IMB baru, tolong laporkan segera. Kami akan tindak, termasuk yang mengeluarkannya," ujar Sandi. (jek)

Asal Irigasi Tetap Jalan
Pemilik bangunan di sekitar wilayah sengketa alih fungsi lahan di Cagar Alam Dusun Besar (CADB), akui tidak ada masalah lagi dengan rencana penlarangan pendirian bangunan di sekitar areal persawahan. Seperti diungkapkan Tarmizi (43), pria yang memiliki bangunan di sekitar areal persawahan danau dendam ini, justru baru saja menuntaskan penimbunannya dan pemagaran tembok, untuk penanda bangunan miliknya.

"Tidak ada masalah lagi itu, jadi tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Sesuai dengan kesepakatan lalu, untuk bangunan yang ada di sepanjang jalur kanan kita sudah aman, yang bermasalah itu bangunan yang di lajur kiri, tidak boleh nambah lagi bangunannya," ujar Tarmizi sambil menunjukkan bangunan di depan rumahnya

Seharusnya, menurut Tarmizi, yang harus disalahkan itu adalah Dinas Tata Kota dan Pengawas Bangunan, kenapa mereka sampai bisa mengeluarkan IMB dan kemudian mempermasalahkannya. "Kami punya semua IMB nya, yang penting itu bangunannya jangan sampai menutup aliran air irigasi sawah kata orang Pertanian" ujar Tarmizi

Sebab, lanjut Tarmizi di sekitar areal persawahan memang ada dua jalur irigasi yang mensupply air ke ratusan petak sawah yang ada di Dusun Besar sampai ke Tebeng, sehingga penambahan bangunan dikhawatirkan akan mengurangi jumlah kiriman air ke sawah yang lain. "Itu sudah saya siapkan 4 pipa paralon besar, biar aliran airnya tetap jalan. Kami tidak merusak irigasi kok, malahan saya pakai biaya sendiri membenahinya," ujar Tarmizi

Sebagian besar ruko atau bangunan yang ada di pinggir areal persawahan, menurut Tarmizi, sebagiannya memang bangunan baru namun ada juga yang sudah puluhan tahun berdiri, jadi ketika wacana penlarangan pembangunan baru tersebut, sebenarnya banyak masyarakat yang tidak faham maksudnya, namun demikian lanjut Tarmizi, masyarakat yang sudah terlnjura membangun bangunan di sekitar areal persawahan, tetap patuh terhadap aturan pemerintah dan membuat IMB, "Kalau memang dianggap bermasalah, kenapa ditandatangani pak Walikota IMB nya. Kita yang sudah puluhan tahun hidup disini, kok tiba-tiba dianggap tidak ber IMB!," tukas Tarmizi

Terpisah, salah seorang warga yang namanya tidak mau disebutkan, yang juga tinggal di areal persawahan CADB, mengungkapkan bahwa polemik IMB ilegal yang ditimpakan kepada mereka  justru karena ada permainan politis di tataran pejabat, "Ini kan hanya trik pejabat, IMB kami dianggap ilegal, biar tidak ada bangunan lagi di sekitar sini. Biar rencana pembangunan ring road mereka disini tetap jadi, coba mana yang lebih parah dibandingkan dengan bangun ring road disini," ujarnya (jek)